Geger 71 Ribu Wanita Indonesia Childfree, Veronica Tan Buka Suara Soal Tanggung Jawab Orang Tua
- VIVA.co.id/Isra Berlian
Jakarta, VIVA – Belakangan ini fenomena tidak ingin memiliki anak atau childfree banyak dipilih pasangan muda di tanah air. Bahkan dalam laporan Badan Pusat Statistik berjudul Menelusuri Jejak Childfree di Indonesia 2023, ditemukan bahwa 8 persen atau sekitar 71 ribu perempuan di Indonesia memilih childfree.
Prevalensi childfree ini ditemukan meningkat selama empat tahun terkahir. Prevalensi childfree di tahun 2019 tercatat sebesar 7 persen. Kemudian di tahun 2020 menjadi 6,3 persen, angka ini kembali meningkat menjadi 6,5 persen di tahun 2021 dan di tahun 2022 meningkat menjadi 8,2 persen .
Laporan yang dirilis Badan Pusat Statistik ini menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) terhadap perempuan usia 14-49 tahun yang pernah menikah namun belum pernah melahirkan anak serta tidak menggunakan KB. Dalam laporan tersebut banyak masyarakat beranggapan bahwa ada harga mahal yang harus dibayar serta banyak aspek sosial, ekonomi, bahkan psikologi yang harus dikorbankan dalam parenting.
Meningkatkan prevalensi childfree di kalangan perempuan di tanah air juga mendapat komentar dari Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veronica Tan. Ia mengungkap fenomena childfree ini terjadi lantaran masyarakat sudah mulai banyak yang teredukasi tentang pengasuhan anak.
Diungkap Vero sapaannya bahwa perempuan yang memiliki edukasi merasa perlu tanggung jawab besar dalam membesarkan anak. Jika dia tidak sanggup membesarkan anak, mereka akan merasa bersalah.
“Makanya saya bilang untuk perempuan yang teredukasi mereka ngerti bahwa anak itu menjadi sebuah beban kalau kita tidak memberikan yang terbaik dengan kualitas. Akhirnya mereka memilih ‘saya saja enggak bisa memberikan kualitas saya dengan baik, ngapain saya punya anak’,” kata dia saat ditemui awak media di kawasan Kota Tua Jakarta Barat, Kamis 14 November 2024.
Hal ini berbanding terbalik dengan perempuan yang belum teredukasi tentang tanggung jawab besar orang tua dalam membesarkan anak. Alhasil pernikahan dini pun marak terjadi di masyarakat.
“Tapi di samping itu beda. Ibu-ibu yang tidak teredukasi, perempuan yang tidak teredukasi itu kan terjadi pernikahan dini,” kata dia.
Vero mengungkap pernikahan dini yang dilakukan sebelum usia 19 tahun bisa berdampak pada minimnya edukasi seorang ibu untuk membesarkan anak. Belum lagi di usia tersebut kondisi psikologis mereka belum begitu stabil. Alhasil ketika seorang ibu belum memiliki pengetahuan bagaimana membesarkan anak dan kondisi psikologis yang stabil bisa berdampak pada kesehatan mentalnya.
“Belum sampai umur 19 tahun saja susah menikah tanpa tahu jangka panjangnya itu punya anak. Kadang-kadang tidak diizinkan suami ‘oke menggunakan KB’. Banyak sekali perempuan yang belum teredukasi itu, punya banyak anak, dan ini menjadi beban dan akhirnya ke mental health,” kata dia.