Mengapa Anak Saya Belum Bisa Bicara?
- freepik.com/freepik
Jakarta, VIVA – Keterlambatan bicara pada anak merupakan isu yang semakin menarik perhatian para orang tua dan tenaga medis. Dalam seminar yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan topik ‘Mengenali Keterlambatan Bicara pada Anak’ pada Selasa, 10 Oktober 2024. Spesialis Anak, dr. Fitri Hartanto memaparkan fakta-fakta penting yang perlu diketahui oleh orang tua dan masyarakat umum mengenai kondisi ini.
Berdasarkan data yang dijelaskan oleh dr. Fitri, sekitar 6 persen dari populasi anak diperkirakan mengalami kesulitan dalam bicara dan bahasa. Angka ini dapat mencapai 3-10 persen untuk anak prasekolah, dengan 40-60 persen di antaranya berlanjut hingga usia sekolah. Sementara itu, prevalensi terlambat bicara pada anak berusia 18-35 bulan mencapai 15 persen.
Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah, 82 persen anak yang didiagnosis terlambat bicara pada usia 30 bulan mengalami kondisi yang tidak normal. Dan ternyata, anak laki-laki lebih rentan mengalami keterlambatan bicara dengan rasio 3-4 kali dibandingkan anak perempuan.
dr. Fitri juga membahas perbedaan antara beberapa kondisi yang berhubungan dengan keterlambatan bicara. Keterlambatan bicara (speech delay) terjadi ketika kemampuan bahasa ekspresif anak tidak sesuai dengan kelompok usianya. Sedangkan gangguan bahasa mencakup kesulitan dalam menyampaikan makna atau memahami pesan.
“Gangguan bicara adalah kondisi di mana seseorang memiliki masalah dalam menciptakan bunyi ujaran yang diperlukan untuk berkomunikasi, seperti gangguan artikulasi atau ketidaklancaran bicara. Sementara itu, late talker adalah keterlambatan dalam permulaan bahasa tanpa adanya keterlambatan lainnya yang terdiagnosis,” terang dr. Fitri.
Autisme juga menjadi topik yang perlu diperhatikan, di mana gangguan spektrum autisme ditandai dengan berkurangnya kemampuan untuk memulai dan mempertahankan interaksi sosial serta komunikasi sosial secara timbal balik.
dr. Fitri menekankan pentingnya mengenali keterlambatan bicara lebih awal. Jika dilihat dari perkembangan fungsi otak yang dipengaruhi oleh waktu, ada dua hal yang memengaruhi bagaimana sel otak berfungsi secara optimal yaitu faktor protektif dan faktor risiko. “Kalau anak ingin berkembang secara optimal, maka anak harus mempunyai kemampuan protektif yang optimal, dan faktor risiko yang minimal,” jelasnya.
“Begitu mengenali faktor risiko, kita harus optimalkan faktor protektifnya untuk menekan faktor risiko sehingga bisa mereduksi faktor risiko tersebut dan mengoptimalkan periode sensitif perkembangan otak,” lanjutnya.
Faktor protektif meliputi kebutuhan asih, asuh, dan asah. Ini mencakup nutrisi yang baik, kesehatan, imunisasi, pola asuh yang positif, kasih sayang, dan stimulasi yang baik. dr. Fitri mengingatkan bahwa 1.000 hari pertama masa kehidupan anak sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan otak yang optimal.
“Setelah lahir, perkembangan otak hanya mencapai 25 persen, meningkat menjadi 55 persen pada usia 0-2 tahun, dan mencapai 80 persen pada usia 2 tahun. Di usia 6 tahun, perkembangan otak sudah mencapai 95 persen. Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan fase kritis ini dengan baik,” tambahnya.
Lingkungan sekitar juga berperan penting dalam perkembangan bicara anak. dr. Fitri menjelaskan bahwa pengalaman positif yang diperoleh anak selama fase sensitif dapat memicu komunikasi yang baik. Namun, paparan terhadap stimulasi negatif, seperti penggunaan gadget yang berlebihan, dapat menghambat perkembangan tersebut.
“Bahayanya, jika orang tua tidak memahami fase sensitif ini, maka upaya untuk mengejar ketertinggalan akan semakin sulit. Misalnya, jika keterlambatan bicara baru disadari setelah anak berusia dua tahun, maka kita harus berusaha mengubah sirkuit otak yang telah terbentuk dengan pengalaman yang salah. Ini akan lebih sulit jika keterlambatan itu baru terdeteksi setelah anak berusia lima tahun,” ungkapnya.
Melihat data dan fakta yang disampaikan dr. Fitri, sangat penting bagi orang tua untuk memperhatikan perkembangan bicara anak sejak dini. Dengan deteksi dini dan penanganan yang baik, diharapkan anak dapat mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa mereka secara optimal, yang tentunya akan berpengaruh positif pada perkembangan sosial dan emosional mereka di masa depan.
Dalam seminar yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dengan tema “Mengenali Keterlambatan Bicara pada Anak” ini menjadi salah satu langkah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengenali dan menangani keterlambatan bicara pada anak.