Bunda Harus Tahu, Bahaya Sharenting, Lindungi Privasi Anak di Era Digital
- Pixabay
Jakarta, VIVA – Baru-baru ini, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) mengadakan webinar Makin Cakap Digital episode ke-40 yang difokuskan pada tema penting mengenai privasi digital, terutama mengenai fenomena sharenting—tindakan orang tua yang membagikan foto dan informasi pribadi anak di media sosial. Webinar ini diadakan di Ambon, Maluku, dengan partisipasi dari berbagai sekolah seperti SD 1 Hunuth, SD INPRES 28 Ambon, Madrasah Ibtidaiyah Waihare, dan SMP 13 Ambon.
Dengan tema “Hati-Hati, Jaga Privasi dan Data Diri: Pahami Bahaya Sharenting,” acara ini dirancang untuk mengedukasi masyarakat, khususnya orang tua dan pendidik, mengenai pentingnya menjaga privasi anak di dunia digital. Sharenting, yang mengacu pada tindakan orang tua atau wali yang secara berlebihan membagikan informasi atau foto anak-anak mereka di media sosial, menjadi sorotan utama dalam pelatihan ini. Scroll lebih lanjut.
Fenomena Sharenting: Antara Dokumentasi dan Bahaya Privasi
Alex Iskandar, Managing Director IMFocus Digital dan narasumber utama dalam webinar ini, menjelaskan lebih dalam mengenai fenomena sharenting yang semakin marak di era digital. Ia mengungkapkan bahwa meskipun niat awal orang tua adalah untuk mendokumentasikan momen berharga anak-anak, kebiasaan ini dapat berpotensi membahayakan privasi anak dalam jangka panjang.
“Sharenting sudah menjadi tren saat ini, tidak bisa dihindari namun bisa dibatasi,” ujar Alex.
Ia menekankan bahwa media sosial sering kali menjadi semacam buku harian digital bagi para orang tua, namun fakta menunjukkan bahwa banyak yang tidak menyadari risiko dari perilaku ini. Membagikan foto atau informasi anak tanpa pemahaman yang jelas mengenai konsekuensinya dapat menyebabkan berbagai masalah, mulai dari pelanggaran privasi hingga potensi penyalahgunaan data oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Alex juga menyoroti bahaya jangka panjang dari sharenting, seperti risiko pencurian identitas anak, penggunaan data pribadi oleh pihak ketiga tanpa sepengetahuan orang tua, hingga dampak psikologis pada anak ketika mereka tumbuh dewasa dan menyadari bahwa banyak aspek kehidupan pribadi mereka sudah tersebar luas di internet.
“Fakta dari sharenting adalah sudah tahu berbahaya dan berisiko, tapi tetap dilakukan. Kalau memang tidak bisa dihindari, sebaiknya dipilah-pilah karena efeknya bisa membuat anak jadi ngambek, hubungan jadi tidak harmonis, dan paling parah anak bisa jadi frustrasi,” tambah Alex.
Ia menekankan pentingnya kebijaksanaan dalam berbagi momen pribadi anak di media sosial. Orang tua disarankan untuk meminta izin kepada anak, terutama jika anak sudah cukup besar untuk memahami tindakan tersebut. Hal ini tidak hanya menghormati privasi anak tetapi juga menciptakan situasi win-win di mana kedua belah pihak merasa nyaman.
Bahaya Sharenting di Mata Etika Digital
Tatty Aprilyana, seorang enterpreneur dan fasilitator yang juga hadir sebagai narasumber, membawakan materi mengenai etika digital dalam konteks sharenting. Ia menyoroti bahwa tindakan berbagi informasi anak di dunia digital perlu dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Dalam paparannya, Tatty menjelaskan bahwa internet memiliki ingatan panjang, sehingga apa yang dibagikan hari ini mungkin masih dapat diakses atau disalahgunakan di masa mendatang.
Menurut Tatty, orang tua perlu mempertimbangkan dampak psikologis dari sharenting, terutama pada anak-anak yang mungkin tidak menyadari dampak jangka panjang dari eksposur berlebihan di media sosial. Ia menambahkan bahwa menjaga keseimbangan antara membagikan kebahagiaan keluarga dan melindungi privasi anak adalah hal yang esensial.
Saran dan Langkah Pencegahan Sharenting
Sebagai penutup, Alex Iskandar memberikan beberapa tips praktis bagi orang tua dalam mengurangi risiko dari sharenting:
1. Selektif dalam Memilih Konten
Tidak semua momen perlu dibagikan. Pilihlah momen yang tidak mengandung informasi pribadi sensitif, seperti lokasi, nama lengkap, atau detail kegiatan anak yang berpotensi disalahgunakan.
2. Gunakan Pengaturan Privasi yang Tepat
Pastikan akun media sosial memiliki pengaturan privasi yang ketat, sehingga hanya orang-orang tertentu yang dapat melihat konten yang dibagikan.
3. Libatkan Anak dalam Keputusan
Jika anak sudah cukup dewasa, libatkan mereka dalam keputusan apakah sebuah foto atau video boleh diunggah. Ini akan membantu anak merasa dihargai dan memahami pentingnya privasi mereka sendiri.