Hari Anak Nasional, Sudah Amankah Anak Indonesia dari Kasus Kekerasan?

Ilustrasi bermain dengan anak
Sumber :
  • Shutterstock

VIVA Lifestyle – Tanggal 23 Juli setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Anak Nasional (HAN). HAN merupakan momen penting untuk meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam menjamin pemenuhan hak anak atas hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat san martabat kemanusiaan. Serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 

Implikasi Ketergantungan pada Kecerdasan Buatan terhadap Proses Pembelajaran

Namun sayangnya, angka kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia sendiri terus mengkhawatirkan setiap tahunnya. Lantas seperti apa angka kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia? Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra mengungkap bahwa data yang paling besar terkait dengan kekerasan terhadap anak di Indonesia terjadi pada 2022 lalu.

Ibas Yudhoyono Bicara Potensi AI Bantu Anak Muda Capai Generasi Emas 2045

Dalam assement nasional di tahun 2022 yang dirilis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional dari 6 juta responden ditemukan hampir 36 persen atau sekitar 2,1 juta lebih anak-anak mengalami bullying di satuan pendidikan nasional. 

“Data pengganti ujian nasional dilakukan assesment nasional usia SD sampai SLTA yang mengisi 6 juta responden dari berbagai macam satuan pendidikan,” ujar dia saat dihubungi VIVA.co.id melalui sambungan telepon.

Anggota Dewan Usul yang Terlibat Tawuran Dihukum Ikut Pendidikan Militer

“Ditemukan hampir 36 persen anak-anak mengalami bullying di satuan pendidikan, ini saya kira data yang cukup besar dimana menjadi salah satu kebijakan lahirnya revisi Permendikbud 46 Tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan,” jelasnya.

“Adapun KPAI misalnya di sepanjang 2023 terkait bullying yang terlaporkan ada 100an lebih kasus,” ucap Jasra. 

Jasra menambahkan, data kasus kekerasan pada anak yang tidak terlaporkan juga cukup banyak seperti fenomena gunung es.

Oleh sebab itu, kata dia seperti apa yang disampaikan menteri pendidikan dan kebudayaan nasional ada 3 dosa di satuan pendidikan yakni perundungan, intoleransi, dan kekerasan seksual yang belum terselesaikan. 

“Walaupun sudah ada MOU dengan delapan kementerian dan lembaga ada KPAI, Komnas HAM, LPSK, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri termasuk Kemendikbud sebagai leadnya,” ungkapnya. 

Sementara itu, untuk kasus anak korban perundungan di satuan pendidikan sendiri berdasarkan data aduan ke KPAI, kata Jasra di tahun 2023 mencapai 137 kasus. 

“Di 2023 itu ada 392 kasus terkait pelanggaran anak di bidang pendidikan. Ada misalnya anak korban perundungan di satuan pendidikan ada 137 kasus,” ujar Jasra.

“Kasus kedua yang cukup tinggi terkait anak korban pemenuhan fasilitas pendidikan misalnya terkait PPDB Online, anak yang tidak dapat akses pendidikan karena situasi ekonomi, berada di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar),” kata Jasra. 

Jasra menambahkan, kasus tertinggi ketiga anak korban kebijakan sekolah terbaru kasus di Medan karena orang tua protes, anak tidak naik kelas. Atau karena situasi pandemi orang tua tidak mampu atau belum mampu membayar SPP maka anaknya tidak bisa ikut proses ujian, proses belajar. 

“Itu kasus-kasus yang terkait di bidang pendidikan yang besar yang diadukan ke kita di 2023,” kata dia.

Sementara itu jika dibandingkan dengan tahun 2024, hingga Juni tercatat ada 84 kasus terkait pelanggaran anak di bidang pendidikan. Dari kasus kluster tersebut kasus anak korban perundungan di satuan pendidikan masih menempati kasus terbanyak yakni sebanyak 35 kasus.

Kasus terbesar kedua yang terbesar untuk kasus di kluster ini adalah anak korban kebijakan sekolah sebanyak 25 kasus. Sedangkan untuk kasus kekerasan anak di tahun 2023 sendiri KPAI memasukkannya ke dalam perlindungan khusus anak.

Untuk kasus kekerasan fisik dan psikis yang dilaporkan pada 2023 lalu tercatat sebanyak 411 kasus sementara kasus kekerasan seksual yang dilaporkan pada 2023 mencapai 762 kasus yang diadukan ke KPAI. 

“Termasuk anak korban eksploitasi ekonomi juga kekerasan. Totalnya di perlindungan khusus itu dari 1.866 kasus pelanggaran hak anak yang dilaporkan ke kita,” kata Jasra.

“Isu paling besar adalah keluarga dan pengasuhan alternatif, nomor dua perlindungan khusus anak ada 15 jenis misalnya anak kondisi darurat, anak berhadapan dengan hukum, anak dari minoritas, dan terisolasi, anak dieksploitasi secara ekonomi seksual datanya sebanyak 71 kasus,” terang Jasra.

”Itu 3.877 aduan per Desember 2023 perlindungan khusus 1.866 kasus, di lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif itu 1.569 kasus, pendidikan 329 kasus dari situ yang paling tinggi itu perundungan di angka 137 kasus,” Jasra menambahkan. 

Di sisi lain, untuk kasus kekerasan anak di tahun 2024 hingga Juni tahun ini Untuk kasus kekerasan fisik dan psikis yang dilaporkan pada 2023 lalu tercatat sebanyak 101 kasus sementara kasus kekerasan seksual yang dilaporkan pada 2023 mencapai 116 kasus yang diadukan ke KPAI.  

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya