Suami juga dapat Hak Cuti Pendampingan Istri Melahirkan, Berapa Lama? Intip Aturannya

Ilustrasi suami dampingi persalinan sang istri
Sumber :
  • IG @da2_ridho

VIVA Lifestyle – Presiden Joko Widodo telah menyetujui aturan cuti melahirkan yang bisa diambil hingga 6 bulan. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2024 Tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (KIA).

Tengku Dewi Hamil Tua, Sidang Cerai dengan Andrew Andika Ditunda Sampai Melahirkan

Dalam Pasal 3 Ayat (3) UU tersebut diatur bahwa ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling singkat 3 bulan pertama dan paling lama 3 bulan berikutnya.

"Selain hak sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2), setiap ibu yang bekerja berhak mendapatkan: a. Cuti melahirkan dengan ketentuan: 1. Paling singkat 3 bulan pertama; dan 2. Paling singkat 3 bulan berikutnya jika terhadap kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter,'" demikian bunyi UU tersebut yang dikutip VIVA.co.id, Kamis 4 Juli 2024.

Ibu yang Cuti Melahirkan 6 Bulan Tetap Dapat Hak Gaji

Di Pasal 4, UU tersebut menyatakan bahwa cuti melahirkan wajib diberikan oleh pemberi kerja. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Ilustrasi doula, pendamping persalinan

Photo :
  • Pixabay/Publicdoaminpictures
UU NO.4 Diteken, Ibu Melahirkan yang Keguguran Dapat Hak Istirahat, Perusahaan Tak Boleh Berhentikan Pekerja

Tidak hanya ibu saja yang berhak mendapatkan cuti melahirkan. Dalam undang-undang tersebut juga mengatur peraturan tentang hak seorang suami yang mendapatkan cuti pendampingan istri.

Dalam pasal 6 ayat (2), suami berhak mendapat hak cuti pendampingan istri selama dua hari atau dapat diberikan paling lama 3 hari berikutnya. Hal ini untuk menjamin pemenuhan hak Ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e, suami dan/atau Keluarga wajib mendampingi. 

"Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapatkan hak cuti pendampingan istri pada: a. masa persalinan, selama 2 (dua) hari dan dapat diberikan paling lama 3 (tiga) hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan; atau b. saat mengalami keguguran, selama 2 (dua) hari," demikian bunyi pasal 6 ayat (2) undang-undang tersebut.

Proses persalinan secara operasi cesar seorang ibu muda korban gempa di Rumah Sakit Lapangan TNI di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Rabu, 8 Agustus 2018.

Photo :
  • Puspen TNI

Selain itu, dalam pasal 6 ayat (3) selain cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) suami juga diberikan waktu yang cukup untuk mendampingi istri dan/atau anak.

"Suami diberikan waktu yang cukup untuk mendampingi istri dan/atau Anak dengan alasan: a. istri yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran; b. Anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan atau komplikasi; c. istri yang melahirkan meninggal dunia; dan/atau d. Anak yang dilahirkan meninggal dunia," demikian bunyi pasal 6 ayat (3).

Selama melaksanakan hak cuti pendampingan istri sebagaimana dimaksud pada ayat 2, suami berkewajiban untuk menjaga kesehatan istri dan Anak; memberikan gizi yang cukup dan seimbang bagi istri dan Anak; mendukung istri dalam memberikan air susu ibu eksklusif sejak Anak dilahirkan sampai dengan Anak berusia 6 (enam) bulan; dan mendampingi istri dan Anak dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan gizi sesuai dengan standar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya