Pakar Ingatkan Bahaya Screen Time, Ini Durasi yang Disarankan untuk Anak Main Gadget Bun!

Ilustrasi anak main HP/gadget.
Sumber :
  • Pexels/Ron Lach

JAKARTA – Anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan memerlukan perhatian yang ekstra dari orang tuanya. Terutama dalam periode golden age yakni di usia 0 sampai 5 tahun, di sini otak anak berkembang seiringan dengan fungsi anggota tubuh yang lainnya termasuk kemampuan untuk berbicara, memberikan refleks, hingga sensoriknya.

Israel Tahan 270 Anak Palestina dengan Kondisi Memprihatinkan, Menurut Komisi Urusan Tahanan

Sayangnya, akibat pandemi COVID-19 banyak gaya hidup orangtua yang berubah sehingga berdampak pada pola asuh anak. Salah satunya yang marak terjadi dan kurang disadari tingkat bahayanya adalah screen time atau waktu yang dihabiskan anak untuk menatap layar gadget, termasuk smartphone dan televisi. Yuk, scroll untuk info lengkapnya, moms!

"Saat COVID orangtua WFH. Akhirnya anak ikutan screen time. Screen time ini bahaya banget buat anak-anak. Gangguannya bisa ke refleks dan sensorik," kata Pemerhati Tumbuh Kembang Anak, Tante Mobi, dalam media briefing bersama MS School and Wellbeing, di kawasan Bukit Duri, Jakarta Selatan, Rabu 8 Mei 2024.

UNRWA: Gaza Telah Menjadi Kuburan bagi Anak-anak Palestina

MS School and Wellbeing

Photo :
  • VIVA.co.id/Rizkya Fajarani Bahar

Screen time yang berlebihan menyebabkan anak-anak jadi bersifat pasif karena mereka hanya melihat sesuatu tanpa memberikan timbal balik. Kondisi ini dapat memperparah kemampuan berbicara mereka yang belum lancar. Selain itu, screen time juga memengaruhi fokus anak dan sensorik mereka.

Vadel Badjideh Mengaku Telah Menjaga Lolly Sejak di Inggris

Tanda-tanda keterlambatan pencapaian perkembangan pada anak ini dapat diklasifikasikan dalam kategori usia. Pada usia 0-2 tahun berupa keterlambatan gerakan asimetris dan fisik terlihat terkulai. Sedangkan pada anak usia pra-sekolah berupa keterlambatan bicara, jalan jinjit, hingga regulasi emosi yang buruk.

Pada hakikatnya, anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan perlu banyak bergerak dan beraktivitas untuk melatih sensorik hingga fokus dan kekuatannya. Mereka juga harus belajar berinteraksi dengan orang lain untuk melatih kemampuan berbicara.

"Saat COVID nggak bisa keluar rumah, sedangkan yang dibutuhkan anak adalah interaksi dengan orang dan lingkungan di mana dia bisa bermain," ungkapnya.

Ketika hal-hal itu tidak terpenuhi, proses pertumbuhan anak jadi terganggu yang mana bisa berdampak juga pada masalah kesehatan mentalnya.

Ahli persoalan tumbuh kembang itu menyarankan orangtua untuk mengurangi penggunaan gadget pada anak. Setidaknya izinkan anak bermain smartphone hanya 3 kali sehari dengan masing-masing durasinya 30 menit.

Selebihnya, orangtua harus berperan aktif untuk mengajak anak-anak bermain dan belajar bersama sambil mengamati pertumbuhannya.

"Begitu dikurangi screen time-nya, baru muncul suara dan respons karena itu memengaruhi. Banyak fenomena anak diasuh neneknya yang secara fisik sebenarnya nggak kuat asuh anak lagi dan ngga ada opsi supaya anak diam, akhirnya dikasih screen time," jelas Tate Mobi.

Dalam upaya mengatasi masalah pada tumbuh kembang anak, MS School berfokus pada terapi neurologis, dimulai dari memperbaiki refleks awal, masalah sensorik, dan keseimbangan orak kiri dan kanan. Memperbaiki refleks awal ini sangat penting karena mereka berperan dalam pengembangan dasar kemampuan kognitif, motorik, dan adaptif seseorang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya