Anak Dibiasakan Jajan Tak Sehat Ususnya Jadi 'Kebal', IDAI: Itu Mitos
- Freepik: wayhomestudio
VIVA Parenting – Banyak orangtua yang seringkali berpikir bahwa membiasakan anak-anak mengonsumsi jajanan sejak dini akan membantu memperkuat sistem pencernaannya. Tak heran, sebagian besar orangtua memilih untuk membiarkan anak mengonsumsi makanan ringan yang dijajakan di pinggir jalan tanpa mengindahkan kebersihan dan sumber gizinya.
Anggapan yang ada di masyarakat dengan membiasakan konsumsi makanan kemasan atau beli disembarang tempat, maka akan 'melatih' sistem pencernaan anak jadi kuat saat dewasa. Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Gastro-Hepatologi IDAI, Dr dr Muzal Kadim, SpA(K) dalam Media Briefing virtual bersama Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) mengenai Jajanan Anak dan Kesehatan Pencernaan, menilai itu opini yang salah.
"Tidak benar. Makanan-makanan anak memang berkembang, karena enzimnya tidak langsung sempurna. Setelah 3 tahun, enzimnya sudah menyerupai dewasa. Jadi ada beberapa makanan tertentu belum bisa dicerna," paparnya, Selasa 17 Januari 2023.
Menurutnya, enzim yang ada di usus manusia akan berkembang seiring dengan kebutuhan di tiap usianya. Enzim tersebut pula yang menjaga sistem pencernaan agar tetap memenuhi kebutuhan gizi dalam tubuh. Sehingga saat makanan yang dikonsumsi tidak sesuai di usia anak, maka enzim tubuh pun bereaksi.
"Ada makanan tertentu yang belum bisa diterima anak. Seperti makanan terlalu pekat, terlalu manis, banyak lemak, apalagi zat-zat tertentu (dalam makanan kemasan) agak berbahaya. Kemampuan anak itu sistem imun pencernaannya masih terbatas," jelasnya.
Muzal tak menampik bahwa sistem pencernaan manusia memiliki kemampuan yang ajaib dalam menjaga fungsi-fungsi di dalamnya sehingga kesehatan akan terjaga. Sayangnya, sistem imun anak yang masih terbatas dapat membahayakan kesehatannya apabila konsumsi pangan yang tidak sehat. Maka, dianjurkan para orangtua bijak dalam memilih pangan sehat bagi anak.
"Saluran cerna itu ajaib, karena di saluran cerna ada kemampuan cerdas usus untuk memilah mana yang berbahaya dan diambil. Sistem tubuhnya secara cerdas sekali dengan kesarafan ususnya. Ada lemak, protein, karbohidrat akan keluar enzimnya masing-masing. Kalau ada bahan tidak perlu, akan ditolak sistem pencernaan, sel imun yang menolaknya. Kalau jumlahnya banyak, sel imunnya juga terbatas pada anak," tandasnya.
Muzal menjelaskan bahwa jajanan anak bisa berbahaya seperti nitrogen cair di dalam cikibul sangat berisiko picu keracunan makanan. Berbagai gejala ditunjukkan oleh para pasien keracunan makanan, mulai dari mual, muntah, hingga kebocoran lambung.
"Ekstremnya, menimbulkan luka gigitan dingin. Bisa timbul kebocoran lambung dan usus. Bisa kembung, begah, muntah kadang, tidak nyaman. Beberapa kasus gejalanya demikian. Ada satu laporan sampai operasi. Itu mungkin karena adanya kebocoran (lambung)," ujarnya.
Selain nitrogen cair, sumber zat yang berpotensi menimbulkan gejala keracunan makanan seperti klorin dalam kaporit, basa kuat dalam deterjen, asam kuat dalam zat pembersih toilet, borax di pengawet makanan, rhodamin B di pewarna, hingga makanan kadaluarsa. Berbagai bahan ini kerap ditemui di pasaran bahkan dengan jumlah yang cukup tinggi sehingga harus waspada.
"Natrium klorin banyak di air minum, kolam, sumur. Rhodamin B biasanya warna menggiurkan tapi kalau tertelan bisa menimbulkan keracunan. Makanan kadaluarsa ada bakteri tertentu," paparnya.