Pakar Sebut Ibu Stres Berdampak Cetak Generasi Muda yang Jelek

Cemas dan stres
Sumber :
  • Pinkvilla

VIVA Lifestyle – Stres menjadi bentuk kesehatan mental tubuh yang menurun, yang sayangnya kerap dianggap sepele. Faktanya, stres bisa berakibat dalam jangka panjang, bahkan para ibu yang stres bisa berdampak pada pertumbuhan negatif anak-anaknya. Kok bisa? Scroll selanjutnya.

Akibat Salah Sangka, Fuji Ditegur Ibunda Lantaran Buat Konten Cium Kucing

Peneliti Health Collaborative Center (HCC) dan pengajar Kedokteran Kerja dari FKUI Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi MKK, mengatakan ibu yang mengalami burn out atau stres, tentu berdampak besar pada anaknya. Meski belum ada kajiannya secara menyeluruh di Indonesia, namun Ray dan tim sempat melakukan penelitian terkait hal itu di rumah sakit.

"Kajiannya ada pada perawat dan dokter perempuan yang burn out selama pandemi. Potensi burn out pada ibu pekerja yang menyusui berlipat ganda dibanding yang tidak menyusui. Burn out bisa dikurangi minimal dilindungi peran laktasi," ujar Ray dalam diskusi media, baru-baru ini.

Singgung Paula, Unggahan Baim Wong Ini Jadi Sorotan

Ilustrasi anak dan ibu

Photo :
  • Pexels/Ketut Subiyanto

Peran laktasi dimulai dari hal sederhana, seperti menyiapkan ruang khusus laktasi di tempat bekerja. Selain itu, perusahaan perlu memberikan edukasi mengenai laktasi sehingga membuat proses menyusui akan lebih sukses. Termasuk juga, pemberian cuti 6 bulan pada ibu usai melahirkan.

Zaidul Akbar Ungkap Penyebab Galau dan Cemas, serta Makanan untuk Anak Cerdas dan Stabil

"Cuti 6 bulan ada pengaruhnya karena peran laktasi bisa maksimal, maka ibugak burn out. Pada pekerja yang tidak berhasil beri asi ekslusif, burn out lebih berat," ujar Ray.

Ibu yang mudah stres itu, kata Ray, berasal dari tingkat hormon stres atau kortisol yang tinggi. Sebaliknya, ibu yang berhasil memberi ASI eksklusif maka hormon stresnya lebih rendah. Bila sukses menyusui, hormon oksitosin dan prolaktin akan diproduksi lebih tinggi yang memberikan rasa bahagia. Dengan hormon oksitosin yang diproduksi terus menerus, maka perasaan bahagia pun meliputi si ibu.

Ilustrasi ibu dan anak/parenting.

Photo :
  • Freepik/bristekjegor

"Kalau ibu stres, pengasuhannya jelek, jadinya mencetak generasi baru yang jelek. Anak 2 tahun pertama akan mencontoh apa yang dilihatnya, jadi kalau ibu stres di depan anak, dampaknya seumur hidup anak. Generasi muda yang lahir dari ibu yang stres akan jadi generasi yang tidak bagus," jelas Ray.

Hal itu senada dengan penelitian Basrowi dkk, di mana buruh perempuan hanya 19 persen yang berhasil ASI eksklusif, berpotensi stress post partum yang berlanjut dan adanya gangguan hormonal. Penelitian Basrowi dkk juga menunjukkan, pekerja perempuan 2 kali lebih besar mengalami gangguan menstruasi karena faktor pekerjaan (occupational hazards) terutama setelah kembali dari cuti melahirkan 3 bulan. 

"Pekerja perempuan dengan system shift (shift malam) 7 kali lebih besar untuk mengalami gangguan reproduksi termasuk kegagalan
menyusui," kata Ray.

Ilustrasi ibu dan anak/parenting.

Photo :
  • Freepik/lookstudio

Beban Kerja ini tentu saja berpengaruh terhadap luaran peran ganda ibu pekerja di Indonesia. Ibu menyusui yang gagal memberi ASI eksklusif maka peran ganda-nya sebagai ibu gagal memenuhi hak menyusui bayi dan potensi untuk kegagalan peran produktif sebagai pekerja juga lebih besar.

"Penelitian Basrowi dkk, menunjukkan bahwa pekerja perempuan yang berhasil ASI eksklusif bisa 8 kali lebih produktif. Sebaliknya bila gagal bisa lebih dari 8 kali untuk gagal memenuhi target kerja," imbuh Ray.

 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya