Awas Moms, Demam Tinggi Picu Bahaya Disabilitas Perkembangan Anak

Ilustrasi anak sakit.
Sumber :
  • Pexels/Cottonbro

VIVA Lifestyle – Disabilitas perkembangan yang dialami pada sejumlah anak, dapat berdampak pada aktivitas sehari-harinya. Penderita penyakit tersebut sejatinya mampu mempelajari sesuatu namun lebih lambat dibanding mereka yang sehat, sehingga para orang tua patut mengenali gejalanya sejak dini.

Apa Itu Cacar Air? Penyebab, Gejala, Cara Mengatasinya, dan Tips Mencegahnya

Dikutip dari laman CDC, disabilitas perkembangan adalah sekelompok kondisi akibat gangguan pada area fisik, kognitif, bahasa, atau perilaku. Kondisi ini dimulai selama periode perkembangan anak sejak kecil, dapat memengaruhi fungsi sehari-hari, dan biasanya berlangsung seumur hidup seseorang.

Dokter Spesialis Anak, Prof. dr. Dr. Rini Sekartini, SpA(K), mengatakan bahwa kondisi disabilitas perkembangan kerap menimpa usia anak. Paling didominasi oleh anak usia 15-17 tahun dengan kasusnya sebesar 4,2 persen. Sementara usia anak di bawahnya yakni 10-14 tahun sebesar 3,5 persen serta pada usia 5-9 tahun sebesar 2,5 persen.

Polisi Cek Kondisi Anak 9 Tahun Usai Dianiaya dan Dipaksa Minum Miras oleh 4 Pria di Tangerang

Ilustrasi anak sakit.

Photo :
  • Pexels/miroshnichenko

"Disabiltas perkembangan itu luas, mulai dari (jenis) ringan sampai berat. Kalau ditangani sejak awal, insyaallah (perkembangannya) kembali. Yang penting deteksi dini," tuturnya dalam acara virtual Daewoong Media Day Q4 2022, Selasa, 6 Desember 2022.

PBB: Kematian Anak Palestina akibat Dibunuh Tentara Israel di Tepi Barat Naik Tiga Kali Lipat

Prof Rini menegaskan bahwa memantau perkembangan anak yang paling sederhana dapat dilakukan dari fase perkembangan di buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak). Dari buku ini, orang tua dapat memonitor perkembangan anak sudah sesuai usia atau belum dan segera konsultasi apabila belum mencapai tahapan sesuai usianya.

Sebab, tanda-tanda keterlambatan perkembangan dapat muncul kapan saja di usia perkembangan anak-anak. Bahkan, perkembangan anak tersebut bisa dipantau sejak sebelum lahir agar mampu ditangani sedini mungkin apabila ada keterlambatan.

“Sebenarnya, disabilitas perkembangan itu sudah bisa kita perhatikan sejak masa kehamilan, saat kelahiran hingga saat proses tumbuh kembang," tambahnya.

Prof Rini menambahkan bahwa ketika anak lahir, mungkin tak nampak ada perbedaan secara fisik dan mental. Namun seiring berjalannya waktu, perkembangannya bisa terhambat lantaran terpapar infeksi yang menyerang organ vital sehingga orangtua tak boleh lengah sedikit pun.

"Meski dari kecil hingga SMP anak punya tumbuh kembang yang baik. Tapi, saat SMA, sang anak terkena demam yang sangat tinggi hingga dapat menyebabkan kerusakan saraf otak, radang otak, itu bisa saja terjadi disabilitas perkembangan. Jadi, sebagai orang tua harus selalu awas dengan segala perkembangan anak,” tambahnya.

Ilustrasi anak sakit.

Photo :
  • Freepik

Di sisi lain, saat anak disabilitas perkembangan mengalami masalah di tubuhnya, kerap kesulitan untuk menggambarkannya. Maka, Prof Rini mengimbau pentingnya buku bergambar seperti produksi Daewoong Pharmaceutical. Buku bergambar AAC berjudul ‘Katakan Rasa Sakitmu’ diharapkan untuk membantu penyandang disabilitas perkembangan di Indonesia agar dapat berkomunikasi secara mandiri dengan dokter dan apoteker sehingga mendapatkan perawatan medis yang tepat. 

"Saya mengalami banyak kesulitan merawat anak-anak dengan gangguan perkembangan karena mereka seringkali tidak dapat menjelaskan gejala yang sederhana sekalipun. Buku bergambar AAC ini dapat menjadi sarana komunikasi antara penyandang disabilitas perkembangan dan dokter,” tandasnya.

Pada bulan Mei, Daewoong Pharmaceutical secara resmi memulai kampanye ‘Say Pain!’ di Indonesia dengan dibukanya program ‘Daewoong Social Impactor (DSI)’ ke-2. Dalam 5 bulan terakhir, 20 finalis DSI telah menghasilkan konten digital tentang disabilitas perkembangan sebagai bagian dari kampanye ‘Say Pain!’. 

Konten tersebut diakui telah meningkatkan kesadaran akan isu disabilitas perkembangan dan memunculkan kesadaran untuk memperbaiki lingkungan medis penyandang disabilitas perkembangan. Para finalis mengunggah 381 total konten di media sosial seperti YouTube dan Instagram, dan mencatat lebih dari 240 ribu penayangan dan 29 ribu like serta komentar.

“DSI merupakan pengalaman yang menginspirasi bagi saya sebagai mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat. Dari komentar positif pada video kami saat mengunjungi sekolah luar biasa untuk mengetahui lingkungan medis penyandang disabilitas perkembangan, saya menyadari bahwa kami telah mengumpulkan perhatian sosial untuk memperbaiki keadaan medis bagi penyandang disabilitas perkembangan," ujar Salsha Nur Alfaiza, mahasiswi Universitas Indonesia perwakilan Daewoong Social Impactor berprestasi, dalam sambutannya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya