Menkes: Penyebab Gagal Ginjal Akut Akibat Cemaran Zat Kimia pada Obat Sirup

Ilustrasi anak sakit.
Sumber :
  • Freepik

VIVA Lifestyle – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap data kasus gagal ginjal akut pada anak hingga Senin 24 Oktober 2022 tercatat ada 245 kasus. Dari 245 kasus itu diketahui 141 pasien meninggal akibat gagal ginjal akut.

Gejalanya Mirip Flu Biasa, Awas Risiko Serius Virus RSV yang Meningkat di Musim Hujan

Diungkap oleh Menkes bahwa kasus gagal ginjal akut pada anak disebabkan cemaran zat kimia Etilen Glikol (EG ), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) pada obat sirup. Scroll simak selengkapnya.

"Kita simpulkan benar penyebabnya adalah obat-obat kimia yang merupakan cemaran pelarutnya," kata Budi dalam keterangan pers Menteri Terkait Perkembangan Kasus Obat Gagal Ginjal Akut di Istana Bogor, Senin 24 Oktober 2022.

Studi: 96 Persen Anak-anak di Gaza Merasa Dihantui Kematian dan Trauma

Lebih lanjut, Menkes sendiri memastikan penyebab gagal ginjal akut ini dari sejumlah penelitian yang cukup panjang. Dijelaskan Menkes bahwa sejak Agustus Kemenkes telah mengamati kelonjakan kasus.

"Kasus ini teridentifikasi mengalami kenaikan di bulan Agustus, bukan di awal tahun," kata dia.

Kenali Penyakit Hepatitis, IDI Woha Bagikan Informasi Pengobatan yang Tepat

Ilustrasi anak sakit.

Photo :
  • freepik/lifeforstock

Pihaknya kemudian melakukan review patologi untuk mengetahui apakah penyebab gagal ginjal akut pada anak itu terjadi karena virus, bakteri atau parasit. Namun berdasarkan hasil tersebut tidak menunjukkan demikian.

"Bulan September kita kumpul kita lakukan analisa patologi dari anak-anak yang terkena kasus ini apakah dia terkena virus atau bakteri atau parasit, hasil analisa patologi itu kecil sekali kemungkinannya disebabkan oleh virus dan bakteri. Jadi misalnya bakteri laktospira banyak sekali diperbincangkan bisa menyebabkan sakit ginjal kita sudah periksa semua anak yang kena itu 0 persen," ujar Menkes Budi.

Pihaknya juga kemudian melakukan pengecekan kembali untuk mencari tahu penyebab kasus gagal ginjal pada anak termasuk melakukan pengecekan terhadap virus COVID-19. Namun dari hasil pengecekan tersebut diketahui kurang dari 1 persen pasien yang terkena COVID-19 yang mengalami gagal ginjal akut.

"Dari situ di bulan September kita masih menduga-duga penyebabnya apa karena hasil tes patologi bulan September tidak ada yang signifikan disebabkan oleh bakteri, virus maupun parasit. Di akhir September kita sudah mengeluarkan surat edaran ke seluruh rumah sakit seluruh kepala dinas melakukan tata laksana yang benar," kata dia.

Kemudian pihaknya baru mendapat titik terang setelah adanya surat edaran dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 5 Oktober lalu. Dimana surat tersebut berisikan warning bahwa terjadi kasus yang mirip di Gambia penyebabnya adalah zat kimia yang ada di pelarut obat-obatan.

Dari situ piihaknya kemudian melakukan analisa toksologi terhadap 10 pasien anak. Dari situ didapatkan hasil 7 diantarnya positif.

"Sesudah 5 Oktober rilsi WHO kita komunikasi dengan WHO dan pemerintah Gambia kita lakukan analisa toksologi. Dan dikonfrim kita tes ke 10 anak 7 ternyata darahnya atau urinenya mengandung zat kimia ini jadi positif 70 persen orang yang kena karena adanya zat kimia ini di tubuh mereka," tutur Menkes Budi.

Pihaknya juga melakukan konfirmasi lain dengan melakukan biopsi pada pasien yang telah meninggal. Dan ditemukan serupa.

"Kita lakukan konfirmasi kedua biopsi yang meninggal apakah ada ciri kerusakan ginjal yang disebabkan zat kimia ini. Kita cek 100 persen memang terjadi kerusakan ginjal sesuai dengan ciri-ciri yang disebabkan zat kimia ini," kata Menkes Budi.

Pihaknya juga kembali melakukan analisa ketiga guna memastikan secara tepat penyebab dari kasus gagal ginjal akut pada anak dengan mendatangi rumah pasien untuk mengecek obat-obatan yang ada apakah dalam obat tersebut mengandung senyawa kimia itu atau tidak.

"Kita gunakan lab puslabfor Polri yang mereka lakukan sifatnya baru kualitatif ada atau tidak. Secara kualitatif sebagian besar dari obat yang ada di rumah pasien mengandung senyawa kimia berbahaya ini," ujar Menkes Budi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya