Jangan Abai Campak-Rubella, IDAI: Picu Kejang dan Radang Otak
- ANTARA FOTO/Ampelsa
VIVA Lifestyle – Pandemi COVID-19 rupanya berdampak pada kesehatan secara menyeluruh, termasuk program imunisasi lengkap yang cakupannya menurun. Tak terkecuali pada imunisasi campak dan rubella yang terlewat pada anak sehingga bisa berdampak fatal mulai dari radang paru, radang otak, kejang, hingga meninggal dunia.
Ikatan Dokter Anak Indonesia mencatat terdapat peningkatan kasus campak dan rubella pada anak dan ibu hamil selama pandemi ini di 25 provinsi. Hal ini tentu bisa membahayakan kondisi ibu mau pun janin yang lahir kelak, serta kelompok anak-anak yang masih rentan.
"Kami mengajak masyarakat untuk melindungi anak, cucu dan keponakan kita dari penyakit berbahaya, dengan melengkapi imunisasi mereka. Selama pandemi COVID banyak balita imunisasinya terlewat, sehingga kasus Campak, Rubela dan Difteri di Indonesia tahun 2021-2022 meningkat di banyak kabupaten," ujar anggota Satgas Imunisasi Anak PP IDAI Prof. DR. dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), M.Si., dalam webinar Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN), baru-baru ini.
Anggota Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional itu melanjutkan bahwa campak kerap dianggap sepele lantaran didominasi dengan gejala ruam dan bintik merah di sekujur tubuh. Padahal, jika orang tua mau menilik lebih dalam, gejala dan dampak campak bisa lebih berbahaya, khususnya pada anak yang belum divaksin.
"Pada periode 2012 sampai 2017 ada 571 bayi kejang, radang otak akibat campak. Jadi jangan mengira kalau campak hanya merah-merah," kata Prof Soedjatmiko.
Tak hanya itu, dampak pada anak yang belum diberi imunisasi, dapat mengalami radang paru akibat campak. Hal tersebut terbukti dari catatan IDAI di periode yang sama, yakni 2.853 bayi mengalami radang paru atau pneumonia terkait campak.
"Kalau pun sembuh dia akan cacat, kalau kena radang paru bisa meninggal," tuturnya lagi.
Sama halnya pada rubella, ibu hamil yang belum divaksin dapat berisiko besar, juga pada janin di kandungan. Meski dampaknya kerap tak terlihat di masa kehamilan, namun risiko akan nampak ketika bayi lahir.
"Kalau menyebar ke janin, sekitar 80 persen bayi bisa mengalami kelainan jantung, atau buta akibat katarak, atau keterbelakangan mental karena otak tidak berkembang, bahkan tuli," ujar Prof. DR. dr. Soedjatmiko
Untuk itu, Kementerian Kesehatan RI telah mencanangkan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) 2022 di pertengahan bulan Mei 2022 lalu. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, sekitar 1,7 juta anak Indonesia belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap selama pandemi COVID-19, dengan jumlah terbanyak di Jawa Barat, Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat dan DKI Jakarta.
Padahal, pemberian imunisasi dasar seperti Hepatitis B, BCG, Polio, Pertusis, Difteri, Campak, Tetanus, dan Rubela terbukti dapat melindungi anak-anak dari penyakit berbahaya tersebut.
"Oleh karena itu semua bayi dan anak mulai umur 9 bulan harus diberi tambahan 1x imunisasi Campak Rubella, walau sebelumnya sudah mendapatkannya. Selain itu anak umur 1 – 5 tahun harus mendapat imunisasi polio tetes OPV sedikitnya 4x, DPT-HepB-Hib 4x, IPV 1x," kata Prof. DR. dr. Soedjatmiko.