Moms, Cara Ini Bikin Anak Makin Kreatif dan Berani Tampil

Ilustrasi ibu dan anak/parenting.
Sumber :
  • Freepik/lookstudio

VIVA – Storytelling atau bercerita atau mendongeng, kini telah menjadi media pembelajaran yang efektif. Metode ini berkembang menjadi salah satu kompetensi yang perlu dikuasai anak di era digital. 

Lihat Kondisi Anggaran, Prabowo Turunkan Dana Makan Bergizi Gratis Jadi Rp 10.000 Per Anak

Sebagaimana diketahui, Indonesia masih darurat literasi. Hasil Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018, menunjukkan bahwa 70 persen siswa di Indonesia memiliki kemampuan baca rendah (di bawah Level 2 dalam skala PISA). Artinya, mereka bahkan tidak mampu sekadar menemukan gagasan utama maupun informasi penting di dalam suatu teks pendek. 

Hal ini diperparah dengan angka minat baca di Indonesia yang juga rendah. Pada 2018, survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa persentase penduduk di atas usia 10 tahun yang membaca surat kabar atau majalah hanya 14,92 persen. 

Resmikan RS, Titiek Soeharto: Kesehatan Ibu yang Baik Akan Lahirkan Generasi Unggul

Angka tersebut lebih rendah dari persentase 15 tahun sebelumnya (23,70 persen). Padahal, selama hampir 15 tahun, pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan nasional untuk mengatasi krisis literasi ini. Buruknya budaya literasi di Indonesia ini, dinilai menjadi pemicu persoalan gizi buruk dan stunting yang tak kunjung usai.

Ilustrasi membaca.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Kreatif! Orang Tua Ini Bikin Bioskop di Rumah Untuk Anaknya, Warganet: Seru Ya Keluarga Harmonis

Founder Kampung Dongeng Indonesia (KADO), Awam Prakoso, mengatakan, metode storytelling sendiri merupakan salah satu bentuk penyampaian pesan-pesan yang secara tidak langsung dengan dengan keseharian anak muda, bahkan sejak usia anak-anak. 

"Melalui kegiatan ini, anak akan terlatih untuk berkomunikasi, berani tampil di depan banyak orang dan juga kreativitasnya akan terasah. Di samping itu anak juga akan terbiasa untuk belajar, menggali lebih banyak informasi, seperti dengan topik edukasi gizi seperti ini, akan lebih melekat baik untuk si anak maupun audiensnya," ujarnya saat Pengumuman Pemenang Lomba Story Telling Edukasi Gizi, yang digelar baru-baru ini. 

Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekian Indonesia (YAICI), Arif Hidayat, menyampaikan, metode storytelling bisa menjangkau lebih banyak kalangan, terutama terkait pembahasan tentang gizi. 

"Bukan hanya orangtua, tapi edukasi ini langsung ke anak-anak dan para remaja, yang memang sebenarnya sasaran utama dari edukasi ini. Kita berharap selanjutnya, para generasi muda ini dapat menjadi agent of change untuk kita dapat memutus rantai gizi buruk di Indonesia," jelasnya. 

Ilustrasi anak

Photo :
  • vstory

Arif menambahkan, salah satu bukti rendahnya literasi masyarakat adalah masih ditemukannya susu kental manis yang dikonsumsi sebagai minuman susu. 

"Dalam temuan kami baik data dari hasil survei maupun saat bertemu langsung dengan masyarakat, masih banyak yang beranggapan bahwa susu kental manis adalah susu yang dapat dikonsumsi sebagai minuman susu. Alasannya karena sudah terbiasa, ada yang merasa pernah mendengar aturan penggunaan susu kental manis, tapi tidak ingin mencari tahu. Ini menunjukkan literasi rendah, masyarakat tidak teredukasi," pungkas dia. 

Senada dengan Arif, pegiat literasi Maman Suherman yang sekaligus menjadi salah satu juri dalam kompetisi storytelling tersebut mengatakan, perjuangan mengajak orang berliterasi tidak hanya berhenti sampai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan ketentuan tentang susu kental manis.

"Bicara literasi bukan hanya sekedar baca tulis, tapi mengerti apa yang kita baca. Sebagai contoh, BPOM telah melarang penggunaan susu kental manis sebagai pengganti ASI. Tapi di rak-rak supermarket, produk ini berada berdampingan dengan susu. Lalu masyarakat beli dan dijadikan susu untuk anak. Kalau masyarakat sudah paham literasi, hal seperti ini tidak akan terjadi," papar Maman Suherman.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya