Komplikasi MIS-C, Dampak Buruk Jika Anak Tak Divaksin COVID-19
- ist
VIVA – Sementara vaksin COVID-19 booster atau penguat yang diprioritaskan untuk kelompok lansia sudah dijalankan sejak 12 Januari 2022 lalu. Vaksinasi COVID-19 untuk anak usia 6-11 tahun, juga masih berlanjut.
Spesialis anak, Prof. Dr. dr. Hartono Gunardi, SpA(K), mengingatkan, vaksin COVID-19 sangat penting dilakukan untuk mencegah infeksi COVID-19. Sebab, jika sudah terlanjur terinfeksi, anak yang tidak divaksin akan rentan mengalami gejala berkepanjangan.
"Dari data anak-anak yang dirawat di RSCM (RS Cipto Mangunkusumo) yang menderita COVID-19, itu kira-kira 11 persen menderita komplikasi yang disebut MIS-C," ungkapnya dalam tayangan Hidup Sehat tvOne, Kamis 27 Januari 2022.
Prof. Hartono lebih lanjut menjelaskan, pada komplikasi MIS-C, ada gangguan sistem kekebalan yang timbul, seperti gangguan ginjal, gangguan saluran pencernaan atau gangguan jantung akibat infeksi COVID-19.
"Jadi itu menimbulkan gangguan fungsi ginjal, fungsi jantung, hati dan saluran cerna yang lain, dalam jangka waktu yang panjang. Bisa sampai 3 bulan bahkan ada yang lebih," ujarnya.
Oleh karena itu, Hartono mengimbau agar orangtua mau membawa anak-anaknya untuk segera melakukan vaksinasi. Termasuk, mereka yang menderita penyakit bawaan.
"Anak-anak yang mempunyai penyakit bawaan, misalnya penyakit jantung bawaan, kelainan atau sindrom tertentu misalnya yang banyak sindrom down, itu justru perlu dilindungi, karena imunitasnya berkurang," kata dia.
"Anak dengan penyakit kronik misalnya gangguan fungsi ginjal, hati, kita tahu anaknya sering sakit kuning, kemudian penyakit paru kronik, penyakit jantung juga. Jadi anak-anak tersebut itu perlu dilindungi dari infeksi COVID-19 (dengan vaksinasi)," lanjutnya.
Hartono memaparkan, untuk anak-anak yang mempunyai penyakit yang diturunkan atau kelainan bawaan, pada umumnya tidak ada persyaratan khusus untuk melakukan vaksin.
"Tetapi, kalau ada yang menderita gangguan imunitas, itu ada yang tidak bisa diimunisasi. Untuk pastinya, silakan berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter yang menangani," terang dia.
Lalu, adakah anak-anak yang murni tidak boleh melakukan vaksinasi COVID-19?
"Jadi yang 100 persen tidak boleh (divaksin) adalah anak yang memperlihatkan alergi berat setelah diimunisasi. Misalnya, syok anafilaksis itu tidak boleh diimunisasi. Yang lain justru boleh diimunisasi, tapi dengan persetujuan dari dokter yang merawat sebelumnya untuk memastikan kondisinya optimal untuk diimunisasi," tutur Prof. Hartono Gunardi.