Kasus Mata Anak Dicungkil, Psikolog Soroti Kondisi Psikis Orang Tua

Ilustrasi anak.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Masyarakat tengah dihebohkan dengan kasus pencungkilan mata anak yang dilakukan oleh orangtuanya sendiri. Diduga hal tersebut didasari atas pesugihan yang diyakini oleh keluarga tersebut sehingga tega melakukan kekerasan pada anak.

Harvey Moeis Kirim Pesan ke Anak dan Sandra Dewi: Papa Bukan Koruptor!

Polisi masih mendalami motif sampai bocah berinisial AP (6) di Sulawesi Selatan matanya dicungkil oleh keluarganya. Para pelaku mengaku melakukan hal keji karena di dalam tubuh korban ada penyakit yang bisa disembuhkan dengan cara demikian.

"Bahwa di dalam tubuh korban terdapat penyakit yang harus dikeluarkan dengan cara dicongkel pada bagian matanya," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulawesi Selatan, Komisaris Besar Polisi E Zulpan kepada wartawan, Senin, 6 September 2021.

Simulasi Pemberian Makan Bergizi Gratis Diuji Coba di 4 Sekolah Sulawesi Utara

Polisi telah menetapkan dua orang sebagai tersangka terkait aksi kekerasan terhadap bocah berinisial AP (6) yang matanya dicungkil demi tumbal pesugihan.

Menurut Psikolog Sani Budiantini, kasus kekerasan berlandaskan pesugihan ini kerap didasari hal tak masuk akal.

Remaja 14 Tahun Bunuh Ayah dan Nenek di Jaksel, Ibu Berharap Kasus Anaknya Bisa Disetop

"Untuk kasus pesugihan saat ini memang dianggap tidak masuk akal atau tidak realistis. Sehingga ketika ada orangtua yang rela mencongkel mata anak untuk pesugihan, mungkin perlu diketahui dulu kondisi psikis orangtuanya," ujar Sani, kepada VIVA, Selasa, 7 September 2021.

Menurut Sani, perlu didalami apakah keluarga tersebut mengalami gangguan kejiwaan sehingga melakukan hal-hal yang tidak realistis. Ada kemungkinan, kata Sani, terdapat masalah pada psikisnya sehingga menganggap kasus pesugihan ini nyata adanya.

"Di sini perlu bantuan orang sekitar anak atau keluarga terdekat, mengingat anak masih perlu perlindungan orang dewasa. Ketika orangtua tidak bisa menjadi pelindung, maka orang dewasa di sekitarnya bertanggung jawab melindunginya, bisa saudara atau tetangga sekitar. Atau Pak RT, lurah setempat," imbuh Sani.

Sebab, biar bagaimana pun juga, anak perlu dilindungi secara layak oleh pemerintah. Lantaran kasus kekerasan dilakukan orangtua sendiri, Sani menyebut dampaknya bisa sangat berat dan berganda.

"Pertama adanya trauma. Kedua, pelaku adalah orang yang diharapkan melindunginya. Dampak ganda karena orangtua yang harusnya melindungi malah melakukan kekerasan," tegasnya.

Sebelumnya diberitakan sungguh malang nasib AP. Pada umurnya yang masih 6 tahun, bocah itu harus kehilangan salah satu bola matanya. Dia menjadi korban kekerasan oleh ibunya H. Kejahatan terhadap si bocah berada di Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Perbuatan pelaku yang disebut-sebut turut dibantu suami, kakek dan paman korban terbongkar setelah Bayu (34 tahun) yakni paman korban memergoki mereka setelah mendengar suara tangisan anak kecil dan segera melapor ke petugas dan mengambil cepat AP dan membawanya ke Rumah Sakit Umum Daerah Syeikh Yusuf Gowa.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya