Jangan Diabaikan, Ini Pentingnya Asupan Makanan Bergizi pada Anak
- Freepik/freepik
VIVA – Di antara 10 hak dasar anak yang telah diratifikasi melalui Konvensi Hak-hak Anak, hak untuk mengonsumsi makanan bergizi menjadi hak dasar yang harus dipenuhi. Ketua Bidang Pengaduan Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS), Rusmarni Rusli, mengatakan, mengupayakan anak-anak mendapat asupan gizi yang cukup adalah kunci untuk pembangunan Indonesia, di masa mendatang.
"Memastikan anak kita dan juga anak-anak di sekitar kita adalah tanggung jawab bersama. Ini adalah hal yang mudah dilakukan dan bisa dilakukan oleh siapa saja," ujarnya saat diskusi publik yang diselenggarakan KOPMAS, secara virtual, Rabu 25 Agustus 2021.
"Yaitu dengan memerhatikan tetangga kiri kanan, tetangga dekat, saudara atau siapapun yang kita kenal. Apakah ada yang hanya makan nasi dengan sayur, apakah ada yang makan telur tahu tempe hanya di awal bulan, apakah masih ada yang minumnya kental manis karena orang tua tidak sanggup membeli susu anak," sambung dia.
Rusmarni menambahkan, memastikan anak-anak mengonsumsi makanan cukup gizi erat kaitannya dengan kualitas anak di masa mendatang. Pemenuhan gizi yang tepat sedini mungkin, sangat penting dilakukan untuk mencegah masalah beban ganda gizi.
"Baik tingginya permasalahan kekurangan gizi dan meningkatnya masalah obesitas, serta pertumbuhan epidemi penyakit tak menular, yang disebabkan oleh asupan gizi yang berlebih pada era transisi gizi yang cepat. Ditambah di masa pandemi seperti saat ini, di mana anak-anak menjadi kelompok yang juga rentan tertular COVID-19," kata dia.
Rusmarni lebih lanjut memaparkan, Data Satgas Penanganan COVID-19 per 20 Juli 2021, diketahui ada 11.045 anak menjadi yatim piatu, yatim atau piatu. Sementara sebanyak 350.000 anak terpapar COVID-19 dan 777 di antaranya meninggal dunia.
"Tingkat risiko anak sangat tinggi untuk terpapar COVID-19, karena itu dibutuhkan perhatian terhadap keterpenuhan gizi anak sebagai upaya pencegahan penurunan imunitas tubuh anak di tengah pandemi," tuturnya.
Persoalan lainnya menurut Rusmarni adalah, meningkatnya angka anak yang kehilangan orangtua di masa pandemi. Data yang dihimpun Kemensos menunjukkan, sebanyak 11.045 anak menjadi yatim piatu, yatim atau piatu.
Pengamat sosial, DR. Devie Rahmawati, M.Hum, yang turut hadir dalam kesempatan itu menyoroti pengasuhan anak-anak yang ditinggal orangtua akibat COVID-19.
"Secara hukum, anak-anak harus berada di pelukan keluarga utama, seperti nenek, om atau keluarga lainnya, baru kemudian yang paling terakhir adalah panti asuhan. Ini perlu menjadi konsen kita bersama, ini bukan hanya persoalan pemerintah tapi juga kita," jelas Devie.
Dia menambahkan, saat ini adalah waktunya untuk kita menajamkan sinyal sosial.
"Negara sudah menyiapkan bansos, tugas lingkungan adalah memberi perhatian. Kegotong-royongan itu tidak melulu persoalan materi. Ini seharusnya peran RT-RW sebagai level yang lebih dekat dan tahu keadaan warganya," tambah dia.
Terkait bantuan sosial, Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial, Dr. Kanya Eka Santi, MSW, menegaskan, pemerintah dalam hal memberikan bantuan sosial untuk masyarakat telah memperhitungkan aspek keterrpenuhan gizi anak.
"Untuk anak-anak ada paket atensi biskuit, kacang hijau dan juga susu. Yang pasti bukan susu kental manis, tapi susu kotak," terang Kanya.
Pentingnya perhatian terhadap isi bansos ini mengingat banyaknya temuan bantuan sosial yang diterima masyarakat berisikan makanan instan, ataupun makanan tinggi kandungan gula.
Hal ini justru akan menimbulkan masalah baru bagi anak, sebab asupan gula tambahan dalam taraf tinggi pada pola makan harian balita, juga mengakibatkan perubahan biologis, sebagai manifestasi awal penyakit degeneratif pada anak.