Selamatkan Nyawa Bayi, Angka Inisiasi Menyusui Dini Masih Rendah
- Freepik/javi_indy
VIVA – Inisiasi menyusui dini (IMD) merupakan langkah penting untuk memudahkan bayi dalam memulai proses menyusui. Inisiasi menyusui dini juga akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI dan lama menyusui.
Namun sayangnya, angka IMD di Indonesia masih tergolong rendah. Menurut data Riskesdas tahun 2018 dan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) 2017, di antara anak yang berusia kurang dari dua tahun, bayi yang mendapatkan ASI satu jam setelah lahir hanya 57 persen. Sedangkan yang segera diletakkan di dada ibu 61 persen dan terjadi kontak kulit dengan ibu, sebanyak 60 persen.
Sementara untuk data pemberian ASI eksklusif, hanya separuh atau 52 persen bayi berusia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif. Dan rata-rata pemberian ASI eksklusif hanya 3 bulan dari yang seharusnya 6 bulan.
Koordinator Substansi Pengelolaan Konsumsi Gizi Direktorat Gizi Masyarakat, Mahmud Fauzi, SKM., M.Kes, tidak memungkiri bahwa angka inisiasi menyusui dini sebagai langkah awal bayi mendapatkan ASI, cakupannya masih belum terlalu tinggi.
"Jadi sekitar antara 57-60 persen berdasarkan data Riskesdas dan SDKI 2017. Ini juga menggambarkan kesungguhan atau motivasi, edukasi dari petugas kesehatan yang memberikan persalinan di sarana pelayanan kesehatan perlu terus ditingkatkan. Karena harusnya angka ini jauh lebih tinggi dari yang kita harapkan," ujarnya saat konferensi pers Pekan Menyusui Dunia 2021, yang digelar Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) secara virtual, Rabu 28 Juli 2021.
Masih menurut data Riskesdas dan SDKI, lanjut Mahmud, angka cakupan ASI eksklusif juga belum terlalu tinggi.
"Angkanya baru 52 persen. Jadi, angkanya masih separuh lebih sedikit, artinya belum sesuai harapan. Karena harapan kita targetnya bisa mencapai 85 persen lebih. Nah, di data ini juga menunjukkan bahwa rata-rata lama pemberian ASI hanya 3 bulan. Jadi ini masih menjadi tantangan kita ke depan," lanjut dia.
Padahal menurut Mahmud, banyak dampak yang dirasakan jika seorang ibu tidak menyusui. Salah satunya adalah dampak ekonomi.
"Kalau dikaitkan menyusui dengan berbagai hal, kalau banyak ibu di Indonesia ini tidak menyusui, ternyata akan mengalami kerugian secara ekonomi. Karena kalau dia tidak menyusui, otomatis dia akan beli makanan pendamping ASI dan tentunya ini akan mengeluarkan biaya," terang dia.
Tidak hanya itu, dampak lain yang akan timbul jika seorang ibu tidak menyusui adalah dapat meningkatkan risiko kematian bayi.
"Karena dalam The Lancet 2016 dikatakan bahwa kalau praktik menyusui itu bisa menyelamatkan kurang lebih 820 ribu nyawa bayi dan bisa menurunkan angka kematian bayi. Karena dengan menyusui risiko terjadinya infeksi lebih rendah," terang Mahmud Fauzi.