Anak Idap Kanker, Bagaimana Sikap Tepat Orang Tua?
- U-Report
VIVA – Komunikasi antara dokter dengan pasien atau keluarga pasien, menjadi salah satu faktor penting dalam pengobatan kanker pada anak. Komunikasi yang efektif akan berdampak pada proses pengobatan yang panjang.
Dr. Endang Windiastuti, dokter spesialis anak konsultan hematologi onlologi anak, dalam webinar Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) menjelaskan, komunikasi bertujuan bagaimana ilmu dokter bisa dimengerti dengan baik oleh pasien.
“Dokter harus menyampaikan informasi pada pasien yang sedang stres. Agar komunikasi efektif maka dibutuhkan kejujuran, dan kepercayaan antara orangtua dan pasien,” kata dokter Endang.
Komunikasi antar keluarga dan dokter
Prof. dr. Djajafiman Gatot, SpA-Konsultan Hematologi Onkologi Anak menjelaskan tentang pengaruh sosial budaya dalam pengobatan kanker pada anak. Tradisi orang Indonesia adalah hidup dalam keluarga besar. Jika Ada masalah dalam keluarga, biasanya akan didiskusikan dan diputuskan bersama.
Kadang keputusan diambil oleh sesepuh di keluarga. Maka saat ada anggota keluarga sakit, termasuk anak dengan kanker, anggota keluarga yang ikut terlibat bukan hanya orang tua, tetapi juga kakek nenek dan saudara.
Pengaruh kakek/nenek umumnya ada pada dukungan sosial dan finansial, atau bertindak sebagai orangtua pasien jika orangtua si pasien sibuk. Menghadapi keluarga pasien dan keluarganya harus mengedapankan komunikasi yang efektif sehingga informasi dan edukasi bisa tersampaikan dengan baik.
Komunikasi dokter dengan keluarga pasien dilakukan sejak diagnosis, terutama diagnosis yang membutuhkan tindakan invasif seperti biposi, pengambilan sampel sumsum tulang dan sebagainya. Setelah itu masuk pada rencana pengobatan, apakah pasien perlu operasi,dilanjutkan kemoterapi dan radiasi, termasuk penjelasan tentang efek samping pengobatan.
“Kadang orangtua ingin segera operasi, dokter harus bisa menjelaskan bahwa antrean operasi memang panjang,” kata Prof. Gatot.
Hak anak untuk tahu penyakitnya
Bagaimana dengan pasien? Anak dengan kanker perlu mendapatkan haknya, salah satunya tahu penyakitnya. Di negara lain, anak berusia mulai 16 tahun berhak tahu tentang penyakitnya.
“Di sini, hampir semua orangtua tidak menginginkan merahasiakan penyakit anaknya jadi anaknya tidak diberi tahu penyakit kankernya, terutama anak yang lebih kecil,” kat Prof. Gatot.
Kesiapan mental anak
Prof. dr. Tjin Wigunq, SpKJ, menjelaskan bahwa jika orangtua ingin memberitahu anaknya, sebaiknya harus sudah benar-benar siap secara mental. Jika perlu penjelasan kepada anak diberikan bertahap, sambil mempersiapkan mentalnya.
“Jika usia pasien sudah remaja, sebaiknya diberitahu. Tetapi pada anak yang lebih kecil karena pemahamannya masih terbatas, perlu disampaikan dengan melihat kondisi dan kesiapan anak,” tuturnya.
Beritahu komplikasi kanker
Informasi terkait komplikasi, perjalanan penyakit, jika terjadi krisis, hingga anak membutuhkan perawatan paliatif di akhir hidupnya juga perlu disampaikan.
Kadang ada beberapa kondisi yang menyebabkan pengobatan dihentikan, yakni atas permintaan keluarga pasien, atau karena kondisi medis. Misalnya pengobatan tidak menunjukkan respons, efek samping terlalu berat, atau karena keadaan penyakit sudah terminal.
Setelah pengobatan selesai, orangtua perlu dijelaskan bahwa ada kanker yang sembuh namun menyebabkan kecacatan. Umumnya kanker padat seperti retinoblastoma (kanker mata), kanker tulang, kanker ginjal dan lain-lain.
Konseling keluarga besar
Tjin menambahkan, menghadapi keluarga besar pasien, sebaiknya perlu dilakukan konseling keluarga agar ada pemahaman yang sama antara dokter dan seluruh anggota keluarga.
Komunikasi efektif antara dokter dan orangtua pasien, tambah Tjin, sangat penting karena akan meningkatkan bonding dengan anak. Kalau orangtua nyaman berkomunikasi dengan dokter, maka berdampak pada bonding dengan anaknya. Sebaliknya jika ibu gelisah, anaknya pun akan gelisah dan berdampak pada pengobatannya.