Moms, Kenali Bedanya Gejala Demam Berdarah dan COVID-19 pada Anak

Ilustrasi anak sakit.
Sumber :
  • freepik/lifeforstock

VIVA – Dengue dan COVID-19 harus diwaspadai. Pasalnya, kedua penyakit tersebut memiliki salah satu gejala yang sama, yakni demam. Walaupun gejala demam terjadi di antara kedua penyakit tersebut namun polanya berbeda.

Bisa Berujung Kematian, 3 Hal Ini Wajib Dilakukan untuk Cegah Demam Berdarah

Perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr. dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, KPTI menjelaskan, pola demam antara dengue atau demam berdarah dan COVID-19 berbeda.

Pada demam dengue, fase demam itu terjadi akibat diremia. Artinya, di dalam darah ada virus yang beredar. Demam seperti ini sulit diturunkan oleh obat, karena penyebab demamnya ada terus dalam darah sampai biasanya kurang lebih 3 hari.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

“Jika pasien minum obat penurun panas, maka demam akan turun. Namun, tidak lama kemudian demam akan naik lagi. Jadi demam pada demam berdarah itu sulit diturunkan dengan obat turun panas,” kata Erni dikutip dari keterangan pers Kementerian Kesehatan, Selasa, 15 Juni 2021.

“Pasien akan banyak berkeringat karena efek samping dari obat turun panas tersebut. Dia berusaha menurunkan panas, tapi di satu sisi penyebab demamnya ada terus di dalam darah,” tambahnya.

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Berbeda dengan demam COVID-19. Demam ini bisa disertai dengan gejala respirasi yang lebih dominan, seperti sesak napas, batuk, susah menelan, anosmia (kondisi saat seseorang tidak bisa mencium bau).

“Bedanya dengan COVID-19 adalah pada dengu pola demamnya mendadak dan langsung tinggi,” ucapnya.

Perlu dipahami juga bahwa sebelum seseorang mengalami demam dengue, akan melalui masa inkubasi terlebih dahulu. Jadi penularan dengue tidak terjadi seketika, tetapi ada masa inkubasinya selama 5-10 hari.

Erni menambahkan , ada pasien demam dengue, biasanya mengalami sakit kepala yang khas, yaitu sakit kepala di bagian depan kepala atau di belakang bola mata.

Gejala khas pada anak

Bagi anak-anak, demam berdarah biasanya terjadi akut mendadak dan muka mengalami merah khas, tapi pada COVID-19 gejala tidak membuat muka merah.

Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Mulya Rahma Karyanti Sp.A(K) mengatakan, yang dominan pada demam dengue adalah demam kemudian sakit kepala dan batuk pileknya lebih ringan dibanding pada COVID-19.

“Demam dengue di hari ketiga setelah gigitan nyamuk harus menjadi perhatian penting, karena secara umum demam dengue itu infeksi terjadi di hari ketiga sampai hari keenam. Itu masuk fase kritis yang bisa rawan, di mana bisa meninggal kalau tidak diberikan cairan obat yang cukup,” katanya.

Kemudian pada COVID-19, penyakit yang biasa dikeluhkan berupa demam, bisa sampai 5 sampai 7 hari disertai batuk pilek yang lebih dominan dan makin tambah sesak, serta saturasi oksigennya menurun. Itu yang menurut dr. Mulya dianggap berat untuk kasus COVID-19 pada anak.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, fase demam dengue antara lain dari hari pertama sampai hari ketiga adalah fase demam, kemudian fase kritis antara hari ketiga sampai keenam, kemudian fase penyembuhan dari fase setelah hari keenam.

“Pada fase demam ini, anak demam tinggi dan biasanya menjadi malas minum sehingga yang harus diperhatikan adalah harus dipantau minumnya. Jangan sampai anak dehidrasi,” ucapnya.

Pada fase kritis di antara hari ketiga sampai hari keenam terjadi kebocoran dari pembuluh darah, yang bisa menyebabkan syok hipovolemik dan menyebabkan kan pembuluh darah bocor.

Kalau cairan obat yang diberikan kurang, maka kemungkinan akan menyebabkan kematian. Setelah hari keenam masuk ke fase penyembuhan.

Berbeda pada kasus COVID-19, pada minggu pertama terjadi demam, kemudian menjelang akhir minggu pertama, antara hari kelima sampai hari ketujuh mulai ada gejala-gejala respiratorik, seperti sesak, batuk pilek. Di sinilah tanda-tanda biasanya makin berat.

“Pada infeksi dengue biasanya demam terjadi mendadak tinggi, namun setelah hari ketiga pada saat memasuki fase kritis, yang harus diperhatikan adalah jangan sampai anak kekurangan cairan obat. Karena di fase inilah terjadi kebocoran pembuluh darah yang bisa menyebabkan kematian,” kata dr. Mulya.

“Sedangkan pada COVID-19, demam bisa tinggi tapi bisa disertai dengan batuk pilek dan bertambah sesak. Terutama masa kritisnya adalah pada akhir minggu pertama. Di sinilah saturasi oksigen bisa menurun,” tutupnya.

Ilustrasi anak sakit.

Kasus DBD Melonjak, Ahli: 50 Persen Kematian Usia 5-14 Tahun

Indonesia mengalami lonjakan kasus demam berdarah, dengan 88.593 kasus terkonfirmasi dan 621 kematian per 30 April 2024 – sekitar tiga 3 kali lipat lebih tinggi.

img_title
VIVA.co.id
11 November 2024