Risiko Kekerasan Anak saat PJJ, Bagaimana Mencegahnya
- AJC.com
VIVA – Pandemi COVID-19 mengubah banyak hal, termasuk pada anak usia sekolah yang terpaksa tak bisa menjalani proses pembelajaran tatap muka. Diakui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), hal itu menimbulkan sejumlah kendala bagi anak dalam menyerap mata pelajaran yang diberikan.
Penutupan sekolah selama setahun, membuat interaksi antar guru dan siswa menjadi sangat menurun. Minimnya proses tatap muka saat belajar, berdampak pada tidak maksimalnya pengalaman belajar anak atau disebut dengan learning lost.
"Yang paling terkena dampak pandemi adalah terjadinya learning lost terhadap pengalaman belajar, dan kelompok yang paling rentan yaitu keluarga kurang mampu," ujar Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Balitbang & Perbukuan Kemendibud Ir. Totok Suprayitno, Ph.D, dalam acara webinar baru-baru ini.
Kesenjangan antara kelompok yang mampu dan kurang secara finansial, akan makin terasa terhadap proses belajar ini. Bahkan, kondisi yang dibiarkan seperti ini dalam jangka panjang, memperkirakan learning lost terjadi hingga 10 persen.
"Anak usia 10 tahun yang paling rentan terhadap hal ini," tutur Economist World Bank, Rythia Afkar.
Senada, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Rachmadi Widdiharto, menjelaskan ada tiga dampak berbahaya yang bisa disebabkan dari learning lost ini. Pertama, kekerasan dan kejahatan yang berisiko timbul di rumah.
"Di kalangan keluarga bahkan yang melakukan kekerasan," kata dia.
Kemudian, tekanan psikologis makin memperburuk seperti adanya rasa cemas, stres, hingga depresi. Selain itu, ancaman putus sekolah pada keluarga yang tak mampu lantaran beban sosial yang dirasa makin besar.
"Terakhir, penurunan hasil belajar pada anak," ujarnya.
Untuk itu, para pelajar nantinya diperbolehkan kembali menjalani pembelajaran tatap muka namun dengan izin dari orang tua. Tetapi, peran orang tua dalam proses pembelajaran tetap harus ada dan mendampingi apabila pembelajaran jarak jauh kembali dilakukan lantaran pembelajaran tatap muka masih terbatas.
"Peran orang tua mendidik anak ini masih terus ada. Ini menjadi perubahan bagi kita. Ini telah menjadi inovasi di setiap rumah. Kita telah belajar dan mengambil kesempatan interaksi sehingga hal itu menjadi praktek baik," kata Totok Suprayitno.