Dampingi Anak Disleksia, Ini yang Perlu Diperhatikan Orangtua
- dok. pixabay
VIVA – Pembelajaran jarak jauh yang diberlakukan selama pandemi membuat banyak sekolah, anak dan orangtua mengalami berbagai tantangan. Terutama, bagi orang tua dari anak-anak dengan kesulitan belajar seperti disleksia, tantangan yang dihadapi menjadi lebih berat.
Mereka harus mengawasi anaknya saat bersekolah daring tanpa bantuan dari spesialis yang biasa memberikan dukungan secara langsung di sekolah.
Disleksia merupakan kesulitan dalam membaca, menulis, dan atau mengeja. Anak-anak dengan disleksia seringkali mengalami hambatan dalam proses mempelajari tata bahasa, memori, dan mengurutkan suatu rangkaian termasuk kesulitan membedakan huruf yang mirip. Data Dyslexia Association of Singapore (DAS), organisasi layanan sosial yang aktif menyediakan beragam layanan untuk individu yang menyandang disleksia di Singapura dan kawasan sekitarnya, menyatakan bahwa sekitar 10 persen dari total populasi dunia menderita disleksia.
Meski begitu, disleksia tidak memengaruhi tingkat kecerdasan seseorang. Seperti anak-anak lain, anak-anak dengan disleksia memiliki kekuatan dan kelemahan yang unik. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam pengembangan tata bahasa tetapi sangat berbakat di bidang lainnya, seperti musik atau olahraga.
Director of Specialised Educational Services of DAS, Edmen Leong percaya bahwa setiap anak dengan disleksia memiliki potensi unik yang seringkali luput dari perhatian karena kurangnya pemahaman tentang disleksia.
“Dengan lingkungan inklusif dan campur tangan ahli pendidikan yang tepat, anak-anak tersebut dapat meraih keberhasilan dalam akademik dan berkontribusi di masyarakat dengan bakat mereka," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Salah satu alasan lain mengapa banyak dari anak-anak dengan disleksia tidak dapat berkembang adalah karena mereka merasa prestasinya lebih buruk dibandingkan orang lain. Akibatnya, anak-anak penyandang disleksia tidak memiliki motivasi dan dorongan untuk berkembang. Itulah mengapa sangat penting bagi orangtua dan pendidik untuk mendorong dan membantu anak-anak tersebut.
Sementara itu, Presiden Asosiasi Disleksia Indonesia (ADI), dr. Kristiantini Dewi menyatakan bahwa self-esteem adalah sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan oleh orangtua dan para profesional.
“Kita perlu memperhatikan apa saja kesulitan serta kegemaran dan bakat mereka. Saya meminta orangtua untuk tidak melupakan bagian itu,” jelas dia.
Dokter Kristiantini menambahkan, orangtua harus menempatkan diri pada posisi anak sehingga mereka tahu apa yang dialami dan dibutuhkan anak. Dengan begitu, anak akan merasa bahwa ada orang lain yang mengetahui perasaannya.
Hal penting lain yang harus dilakukan orangtua adalah upaya untuk membantu proses membaca dan mengeja sang anak sejak dini. Keduanya sangat penting untuk membantu anak-anak dengan disleksia bisa melanjutkan pembelajaran ke jenjang berikutnya.
Dalam upaya penjangkauan masyarakat, ADI juga memiliki support group bagi para orang tua. Kelompok tersebut diprakarsai oleh sekelompok orang tua dari anak-anak penderita disleksia. Melalui support group tersebut, para orang tua yang telah memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang disleksia berbagi ilmu dengan orang tua lain yang mengalami kondisi atau tantangan serupa.