Anemia Bikin Anak Kurang Kreatif, Perhatikan 5 Hal Ini
- Pixabay/rbalouria
VIVA – Berdasarkan data Riskesdas 2018, satu dari tiga anak Indonesia berusia di bawah lima tahun tercatat mengalami anemia. Dari data itu, sebanyak 50-60 persen kejadian anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi.
Kekurangan zat besi adalah kondisi ketika kadar ketersediaan zat besi dalam tubuh lebih sedikit dari kebutuhan harian. Sebagai bagian dari hemoglobin, fungsi utama zat besi adalah mengantarkan oksigen dari paru-paru untuk digunakan oleh bagian-bagian dalam tubuh anak. Tanpa zat besi, organ-organ tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup sehingga menyebabkan gangguan tumbuh kembang anak baik secara kognitif, fisik, hingga sosial.
Apa dampak anemia secara fisik?
Kekurangan zat besi tidak hanya memiliki dampak bagi pertumbuhan, tetapi juga pada perkembangan anak. Kondisi ini menghambat kemampuan anak untuk berkonsentrasi. Padahal jika konsentrasi tidak optimal, maka daya tangkap anak menurun.
"Daya ingatnya juga kurang optimal dan rentan mengalami masalah kognitif lain seperti kesulitan menganalisa dan mengambil kesimpulan, sulit memecahkan masalah, dan kurang kreatif," ujar Psikolog Anak dan Keluarga Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., dalam acara virtual bersama Danone, beberapa waktu lalu.
Apa dampak anemia secara psikis??
Kelak saat memasuki usia sekolah, ia rentan mengalami kesulitan belajar dan saat dewasa rentan mengalami kesulitan menghadapi persaingan dunia kerja. Hambatan ini nantinya juga dapat membuat anak menjadi tidak percaya diri, murung, dan sulit bersosialisasi.
"Oleh karenanya, menjadi penting bagi orang tua untuk memastikan kebutuhan gizi harian anak terpenuhi, serta senantiasa memberikan stimulasi yang tepat untuk bisa mendorong pertumbuhan anak menjadi anak generasi maju yang berpikir cepat, tumbuh tinggi, tangguh, aktif bersosialisasi, dan percaya diri," tambah Nina, sapaan akrabnya.
Pencegahan
Perlu beberapa stimulasi untuk bisa mencegah kondisi anemia akibat kekurangan zat besi. Salah satunya dengan stimulasi tinggi badan melalui nutrisi. Dituturkan Nina, nutrisinya harus memenuhi zat besi seperti protein hewani yang ditambah dengan vitamin C agar penyerapannya lebih baik. Selain itu, stimulasi tubuh bisa dengan memberikan rumah ramah anak.
"Beri ruang aman anak untuk bergerak seperti ujung meja jangan tajam agar mencegah luka saat bermain. Lantai jangan licin, barang-barang berbahaya jangan mudah dijangkau anak," ujar Nina.
Selain itu, stimulasi kepercayaan diri dengan membiarkan anak memilih sendiri yang disukainya. Misal, saat memakai baju, berikan peluang anak untuk memilih sendiri baju yang diinginkan.
"Beri pujian saat melakukan perilaku baik sehingga melatih untuk merawat diri seperti makan sendiri, mandi sendiri. Anak jadi lebih ceria saat jam makan," jelasnya.
Tak lupa, pastikan bahasa utama diberikan dengan baik agar anak mengerti dan bisa berkomunikasi dengan baik. Ini sebagai bentuk stimulasi aktif bersosialisasi sehingga anak akan lebih mudah menyerap makanannya.