Hasil Penelitian Ungkap Bahaya Kental Manis untuk Anak

Ilustrasi kental manis.
Sumber :
  • Freepik/azerbaijan_stockers

VIVA – Pandemi virus corona atau COVID-19 masih mengancam bumi Indonesia. Untuk itu, menjaga daya tahan tubuh sangat penting, tidak hanya bagi usia dewasa tapi juga anak-anak. Sayangnya, ada fakta miris yang terjadi, terutama terkait pemenuhan nutrisi. 

Fakta-fakta Remaja Bunuh Ayah dan Nenek di Lebak Bulus, Korban Ditusuk Tengah Malam

Yayasan Abhipraya Insan Cendikia (YAICI), PP Muslimat NU dan PP Aisyiyah, melakukan penelitian mengenai Persepsi Masyarakat Tentang Kental Manis pada 2020. Penelitian ini dilakukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT dan Maluku. Total responden adalah 2.068 ibu yang memiliki anak usia 0-59 bulan atau 5 tahun. 

Dari hasil penelitian ditemukan 28,96 persen dari total responden mengatakan, kental manis adalah susu pertumbuhan, dan sebanyak 16,97 persen ibu memberikan kental manis untuk anak setiap hari. 

Polisi Lakukan Olah TKP Lanjutan Kasus Anak Bunuh Ayah dan Neneknya di Lebak Bulus

Temuan lainnya adalah, kategori usia yang paling banyak mengonsumsi kental manis adalah usia 3-4 tahun sebanyak 26,1 persen, menyusul anak usia 2-3 tahun sebanyak 23,9 persen. Sementara konsumsi kental manis oleh anak usia 1-2 tahun sebanyak 9,5 persen, usia 4-5 tahun 15,8 persen dan 6,9 persen anak usia 5 tahun, mengonsumsi kental manis sebagai minuman sehari-hari.
 
Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat, mengatakan dilihat dari kecukupan gizi, 13,4 persen anak yang mengonsumsi kental manis mengalami gizi buruk, 26,7 persen berada pada kategori gizi kurang dan 35,2 persen adalah anak dengan gizi lebih.

"Dari masih tingginya persentase ibu yang belum mengetahui penggunaan kental manis, terlihat bahwa memang informasi dan sosialisasi tentang produk kental manis ini belum merata, bahkan di ibukota sekalipun," ujarnya saat Konferensi Pers Virtual Hasil Penelitian YAICI, PP Aisyiyah dan PP Muslimat NU, Jumat 11 Desember 2020. 

Anak yang Bunuh Ayah dan Neneknya di Lebak Bulus Ditetapkan Jadi Tersangka

Arif menambahkan, persoalan kental manis tidak hanya sebatas mencukupi gizi anak, namun juga potensi kerugian yang dialami negara akibat stunting bisa mencapai 2 sampai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya. 

"Ini angka yang besar sekali. Kita lihat PDB 2019 sebesar Rp15.833,9 triliun, maka kerugian stunting bisa mencapai Rp474,9 triliun. Jumlah itu mencakup biaya mengatasi stunting dan hilangnya potensi pendapatan akibat rendahnya produktivitas anak yang tumbuh dengan kondisi stunting," kata Arif. 

Berada dalam diskusi yang sama, Dosen Prod. Gizi, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr. Tria Astika Endah Permatasari, SKM.MKM, mengingatkan pemberian susu untuk anak harus disesuaikan dengan kategori usia. 

"Untuk usia 0-6 bulan, berikan ASI eksklusif, karena zat gizi yang dibutuhkan anak usia 0-6 bulan pertama tersebut, ada pada ASI," ujarnya. 
 
Lebih lanjut, dokter Tria menyebutkan, setelah usia 6 bulan, makanan pendamping ASI (MPASI) menjadi hal yang penting. Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menganjurkan anak dapat diberikan susu tambahan karena mengandung banyak zat gizi dan mikronutrien yang diperlukan dalam tumbuh kembang anak seperti fosfor dan kalsium. 

Namun, yang perlu diingat adalah tidak semua susu baik untuk dikonsumsi anak. Salah satu jenis produk susu yang sebaiknya tidak diberikan kepada anak terutama bayi dan balita adalah susu kental manis.

"Kental manis sebetulnya bukan susu, dilihat dari tabel kandungan gizi, kental manis memiliki kandungan karbohidrat paling tinggi, yaitu 55 persen per 100 gram, sehingga tidak dianjurkan untuk balita," kata dia. 
 
Anak yang sudah terbiasa mengonsumsi kental manis, menurut Tria akan berisiko mengalami undernutrition dan juga overnutrition.

"Undernutrition atau gizi kurang apabila orangtua merasa anak sudah cukup gizi hanya dengan konsumsi kental manis saja, lalu lupa atau tidak memerhatikan asupan gizi lainnya. Sementara overnutrition apabila anak mengonsumsi kental manis, dengan porsi yang banyak dan juga konsumsi makanan lainnya seperti snack dan camilan tidak terkontrol," tutur dia. 

Tria turut mengungkap beberapa penelitian yang dilakukan akademisi pada 2019, yang dilakukan di Potong Lintang, salah satu kecamatan di Jawa Barat. 

"Dari 122 responden balita, anak-anak yang mengonsumsi krimer kental manis lebih dari 1 gelas per hari, lebih berisiko mengalami berat badan kurang dibandingkan dengan anak yang mengonsumsi kurang dari jumlah tersebut," kata dr. Tria Astika.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya