Tinggi di Indonesia, Perkawinan Anak Disebut Sebagai Tindak Kekerasan

Pernikahan dini/anak.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Menurut Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Bappenas, 2020), perkawinan anak merupakan isu yang kompleks. Ada banyak faktor yang memengaruhi terjadinya perkawinan anak di lingkungan masyarakat, mulai dari kemiskinan, geografis, kurangnya akses terhadap pendidikan, ketidaksetaraan gender, dan konflik sosial serta bencana. 

Sahabat Anak Melawan Kekerasan Seksual

Selain itu, tidak ada akses terhadap layanan dan informasi kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif, serta norma sosial yang menguatkan stereotip gender tertentu (misalnya, perempuan sebaiknya menikah di usia muda), dan budaya (interpretasi agama dan tradisi lokal).

Fakta bahwa perkawinan anak merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak (Kementerian PPN/Bappenas, BPS, UNICEF Indonesia, PUSKAPA, 2020) juga tidak bisa dikesampingkan. 

Kemenag Tegaskan KUA Tak Layani Pernikahan di Bawah Umur

Baca juga: Mirip Flu, COVID-19 Bakal Jadi Penyakit Musiman

Untuk itu, dalam rangka mendukung strategi nasional pemerintah, Kemitraan Australia - Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (Program MAMPU) menggandeng mitra pelaksana pencegahan perkawinan anak, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), Yayasan Bakti, Konsorsium PERMAMPU, Yayasan PUPA Bengkulu, dan Yayasan Pekka yang tersebar di lebih dari 90 kabupaten atau kota, 700 desa di 26 provinsi seluruh Indonesia, untuk melaksanakan kampanye digital bertajuk #MAMPUBeraniBersikap. 

Kemensos Bantu Korban Rudapaksa Ayah Tiri di Jakarta

Menurut Kate Shanahan, Team Leader MAMPU, kampanye digital ini akan dilaksanakan sepanjang Agustus - September 2020. Tujuannya untuk mendukung penguatan bagi anak Indonesia sehingga mampu menghadapi tekanan, berani mengambil langkah dan sikap terhadap dorongan perkawinan anak, serta memiliki kegiatan produktif sehingga terhindar dari perkawinan anak. 

"Perkawinan anak sendiri tidak hanya datang dari satu pihak, peran orangtua dan lingkungan juga turut memberikan pengaruh. Maka, gerakan #MAMPUBeraniBersikap juga mengajak orangtua untuk berempati dan turut serta menekan angka kasus dan menolak perkawinan anak. Mulai dari melakukan pencegahan, bimbingan terhadap anak, hingga memiliki kepemimpinan untuk melakukan advokasi dalam upaya menghapus perkawinan anak," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA, Rabu 16 September 2020. 

Baca juga: Ternyata Air Kelapa Bukan untuk Menetralisir Keracunan

Kate melanjutkan, pelaksanaan setiap kegiatan dalam gerakan #MAMPUBeraniBersikap akan dilakukan melalui media sosial lewat akun Instagram @MampuBeraniBersikap dan Facebook Mampu Berani Bersikap. 

"Nantinya kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dibagi dalam beberapa acara, seperti Kelas Instagram Live Akademi Mimpi, Kelas WhatsApp Group (khusus orangtua), Sesi Curhat Live, Lomba Menulis, workshop Kelas Berani Usaha memproduksi masker, dan Deklarasi Mimpi yang dilakukan di 9 provinsi terpilih," kata dia. 

Menurut Kate, keberlanjutan masa depan Indonesia terletak pada anak-anak Indonesia. Dengan fakta masih tingginya angka perkawinan anak di Indonesia, sudah seharusnya ini menjadi perhatian kita bersama. 

"Diharapkan dengan hadirnya gerakan ini akan lebih banyak anak yang terhindar dari perkawinan anak. Bersama kita lindungi dan jaga hak anak Indonesia karena pada mereka lah bergantung masa depan bangsa. Tolak perkawinan anak dengan tegas, dukung anak dapatkan haknya untuk bermain, belajar, dan mencapai mimpinya demi masa depan yang lebih baik," tutur Kate Shanahan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya