Tahun Ajaran Baru, Ini Syarat Siswa ke Sekolah
- U-Report
VIVA – Tahun ajaran baru akan dibuka di tengah pandemi COVID-19. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan bahwa pembelajaran masih dilakukan dengan jarak jauh, meski tak menutup adanya peluang untuk tatap muka di sekolah.
Mengenai hal itu, banyak yang masih mengkhawatirkan tingkat penyebaran COVID-19 yang cenderung tinggi pada anak. Dipaparkan Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia, Fahriza Marta Tanjung, kasus COVID-19 pada anak masih meningkat terlebih pasca pelonggaran PSBB.
Dikatakannya, saat ini terdapat 864 kasus pada anak usia 0-6 tahun dan sekitar 2200 kasus pada anak usia 6-17 tahun. Tak heran, para orangtua cenderung tak menyetujui jika sekolah akan dibuka kembali untuk proses belajar.
"Berdasarkan survei KPAI, orangtua tidak setuju ada pembukaan sekolah. Berbanding terbalik dengan siswa, sangat berkeinginan untuk sekolah," ujar Fahriza dalam Webinar AJI Indonesia dan Unicef Indonesia, Selasa 16 Juni 2020.
Apalagi, beberapa persyaratan new normal juga belum terpenuhi, sehingga sangat rentan penularan jika sekolah kembali dibuka. Terlebih, anak juga termasuk dalam kelompok yang sulit menaati peraturan.
"Dalam pembelajaran normal saja , peraturan-peraturan sulit diterapkan. Jadi perlu ada peraturan lebih ketat lagi. Kalau kelas itu mampu sepenuhnya bisa daring, maka lakukan itu saja," tuturnya.
Di sisi lain, tak semua orangtua mampu menemani anak belajar secara mumpuni. Sehingga, jika sekolah memang harus dibuka, para siswa harus diberi edukasi terkait kesehatan dengan maksima dan tetap diberi jarak.
"Beri program shift, siswa bisa 1 kali seminggu ke sekolah. Cukup untuk ambil modul, interaksi dengan guru dan kumpulkan tugas," kata dia.