Usaha Kota Semarang Wujudkan Impian jadi Kota Layak Anak

Puskesmas di Semarang buat taman bermain anak
Sumber :
  • VIVA/ Isra Berlian

VIVA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendorong kota Semarang untuk meningkatkan predikat Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Saat ini, Semarang sudah memenuhi 50 persen dari total 24 indikator persyaratan KLA dari pemerintah.

Depok di Posisi Keempat Kota Tak Ramah Anak

Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pendidikan, Kreativita dan Budaya, Elvi Hendrani saat melakukan kunjungan ke SMP 33 Semarang mengatakan, “Tim ahli sudah melihat kota Semarang patut untuk itu," kata Elvi ditemui di Semarang, Senin, 16 September 2019.

Dia melanjutkan, KemenPPA terus mendorong masyrakat Semarang agar  peringkat tersebut terus naik ke peringkat palig utama. Elvi menjelaskan, sebenarnya nilai untuk Kota Semarang untuk tahun ini nyaris cukup untuk naik peringkat menjadi predikat utama.

Soal Kota Ramah Anak, Depok Dikritik Masih Sebatas Jargon

Namun sayangnya ada beberapa indikator KLA di Kota Semarang yang belum masuk syarat. Salah satunya adalah penerbitan Perwali untuk 50 persen sekolah di Semarang sebagai Sekolah Ramah Anak (SRA).

“Untuk menjadi KLA itu sudah harus memenuhi 24 indikator secara penuh dan sudah sempurna. Kota Semarang sebenarnya sudah deket sekali dengan ke utama cuman ada beberapa ganjalan yang perwali. Yang perlu dipenuhi adalah ada 50 persen sekolah ramah anak di Semarang."
 
Terkait dengan pemenuhan 50 persen lainnya untuk meningkatkan peringkat menjadi Utama, Walikota Semarang, Hendrar Prihadi menyebut pihaknya bisa menargetkan menyelesaikannya dalam waktu satu bulan, mengingat kendalanya hanya terkait dengan persyaratan administratif.
 
Dia menyebut salah satu role model untuk Sekolah Ramah Anak di Semarang adalah SMP 33 Semarang. Di sekolah ini, siswa dilibatkan sebagai alat kontrol dalam pencegahan bullying.

Kenali Kriteria Kota Ramah Perempuan dan Anak

“SMP 33 sekolahnya adem, gurunya tidak boleh mencemooh tapi boleh menegur. Anak-anaknya diberi fungsi sebagai alat kontrol yaitu agen perubahan dan mereka saling mengingatkan. Termasuk bagaimana mengelola lingkungan ini menjadi baik dan lebih go green ini bisa jadi role model dan tiap sekolah bisa membuat standar,” kata dia.

Puskesmas Ramah Anak

Tak cuma kota dan sekolah yang ramah anak, Semarang kini juga tengah meningkatkan fasilitas ramah anak untuk Puskesmas.

Saat tim Supervisi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melakukan peninjauan di beberapa sektor yang menjadi indikator penilaian Kabupaten/Kota Layak Anak di Kota Semarang. Sejumlah fasilitas publik ramah anak yang dikunjungi salah satunya adalah Puskesmas Lebdosari yang ada Kalibanten Kulon Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Mochammad Abdul Hakam menjelaskan kategori puskesmas ramah anak ada 15 indikator atau minimal ada 7 indikator yang harus dipenuhi. Beberapa indikator tersebut antara lain terkait dengan sarana dan prasarana hingga Sumber Daya Manusia.

Selain itu, kata Hakam konsep puskesmas ramah anak juga mencakup dengan memisahkan area pemeriksaan pasien infeksi dan pasien non infeksi. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko pertukaran infeksi antar pasien.

“Jadi kalau anak itu biasanya imun-nya rendah kalau dicampurkan justru menularkan termasuk ketika yang dewasa dan anak itu dipisahkan. Risiko termasuk poli TB kita pisahkan, posisinya ada di paling belakang, mereka enggak boleh lewat area ini. Ini ruangan untuk pemeriksaan bayi atau balita non infeksi,” kata Hakam saat menunjukkan ruang pemeriksaan anak non infeksi, Senin 16 September 2019.
 
Selain itu, Hakam menjelaskan bahwa pihaknya juga menyediakan area bermain yang terdapat di dalam ruang pemeriksaan serta penyediaan taman bermain outdoor yang bisa diawasi oleh orang tua secara langsung. Adanya area bermain ini dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan bagi si anak ketika diperiksa atau saat orang tua mereka diperiksa. Selain itu puskesmas ini juga dilengkapi dengan ruang laktasi yang bisa digunakan oleh ibu menyusui ketika anak akan melakukan pemeriksaan di puskesmas.
 
“Kita siapkan taman bermain outdoor sebelah belakang, jadi ketika orang tua diperiksa anaknya bisa main. Taman bermainnya ada jarak pandang orang tua sehingga mereka enggak was was,”  kata dia.
 
Selain itu, dinas kesehatan Kota Semarang, salah satunya melalui Puskesmas Lebdosari yang juga bekerjasama dengan komunitas kesehatan memberikan sosialisasi posyandu atau antropometri tinggi badan dan berat badan untuk memantau proses pertumbuhan balita didampingi puskesmas. Ini dimaksudkan agar nantinya ketika ditemukan adanya potensi gizi buruk atau stunting sudah terdeteksi oleh puskesmas.
 
Selain itu, terdapat pula kader khusus untuk memantau dan mendampingi ibu hamil ke rumah-rumah warga yang akan mendampingi hingga 40 hari setelah melahirkan. Ini dilakukan untuk memastikan apakah ibu hamil sudah melakukan pemeriksaan.
 
Follow up rutin ke pasien, pendampingan ke rumah-rumah. Karena kadang ada pasien yang enggak mau datang. Ini dimaksudkan untuk memantau kondisi ibu jangan sampai ada kejadian seperti pre-eklamsi,” kata Hakam.
 
Bukan hanya itu puskesmas Lebdosari ini juga menangani pasien-pasien imigran yang ada di dekat lokasi puskesmas. Seperti Imigran Somalia dan Afganistan.

"Di sini internasional imiragasion ada orang Somalia Afganistan, imigran sekitar 50 meter bisa langsung ke sini pelayanan KLA kita kasih support layanan anak imigran ini fokusnya di anak-anak," kata dia.

Ilustrasi anak-anak Sekolah Dasar.

2030 Indonesia Targetkan Jadi Negara Layak Anak

80 juta anak perlu dinaungi dari 261 juta penduduk Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
16 September 2019