Memprihatinkan, Ide Bunuh Diri di Kalangan Remaja Cukup Banyak

Ilustrasi remaja berok mini.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Pikiran untuk mengakhiri hidup akan timbul dalam diri seseorang ketika ia merasa putus asa dan merasa tidak ada gunanya lagi hidup. Ide bunuh diri, ancaman dan percobaan bunuh diri merupakan hal serius yang harus ditangani sehingga dibutuhkan langkah preventif untuk menurunkan angka kejadian. 

Terpopuler - Angka Kasus Bunuh Diri di Indonesia Meningkat hingga Pria Bakar Kalori Lebih Cepat dari Wanita

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) Global Estimates 2017 menunjukkan kematian global akibat bunuh diri yang tertinggi berada pada usia 20 tahun, terutama pada negara yang berpenghasilan rendah dan menengah. Pada data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 pada sampel populasi usia 15 tahun ke atas sebanyak 722.329, prevalensi keinginan bunuh diri sebesar 0,6 persen pada pria dan 0,6 persen pada perempuan.

Dari data itu diketahui keinginan bunuh diri lebih banyak terjadi di daerah perkotaan daripada pedesaan. Dalam press conference Dr.dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ menjelaskan bunuh diri di kalangan remaja semakin banyak terjadi. 

Mengejutkan! Ini Alasan Kenapa Banyak Orang Menghubungkan Agama dengan Bunuh Diri

Hasil ini terlihat dari penelitian yang dilakukannya bersama Direktorat P2MKJN Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes pada  2015-2016. Dari 1.064 sample ditemukan 19 persen memiliki ide bunuh diri tapi tidak melakukan dan 1 persen yang serius ingin melakukan bunuh diri. 

Pada 2019 dirinya kembali melakukan penelitian mengenai faktor risiko ide bunuh diri remaja di tingkat atas atau SMA/sederajat di DKI Jakarta. Dari penelitian yang dilakukannya ini diketahui sebesar lima persen pelajar dari 910 pelajar SMA dan SMKN akreditasi A di DKI Jakarta memiliki ide bunuh diri. Pelajar yang terdeteksi berisiko bunuh diri memiliki risiko 5,39 kali lebih besar untuk mempunyai ide bunuh diri.

Pilu, Angka Kasus Bunuh Diri di Indonesia Meningkat! Didominasi Anak di Bawah 15 Tahun

Jika dibandingkan dengan pelajar yang tidak terdeteksi bunuh diri setelah dilakukan kontrol terhadap kovariat: umur, sekolah, gender, pendidikan ayah, pekerjaan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status cerai orang tua, etnis, keberadaan ayah, keberadaan ibu, kepercayaan agama, depresi dan stresor. 

Faktor risiko

Dalam penelitian ini, kata Nova ditemukan beberapa faktor risiko yaitu pola pikir abstrak yang menimbulkan perilaku risk-taker, transmisi genetik yang dapat menimbulkan sifat genetik agresif dan impulsif. Selain itu juga memiliki riwayat gangguan jiwa lain, lingkungan sosial yang tidak mendukung, dan penyalahgunaan akses internet yang merupakan beberapa alasan remaja memiliki ide bunuh diri. 

“Pada fase risk taking ini, remaja lebih memiliki pola pikir abstrak sehingga dapat tertantang untuk mencoba segala hal, termasuk ke arah pola hidup yang tidak baik,” kata dia di Universitas Indonesia, Depok, Kamis 11 Juli 2019. 

Dia mencontohkan beberapa pola hidup itu antara lain, penggunaan tembakau dan alkohol, bereksperimen dengan narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Selain itu aktivitas seksual yang tidak aman, pola makan yang buruk, dan kenakalan remaja. 

Perilaku risk taming ini, lanjut dia akan berdampak pada morbiditas, fungsi dan kualitas hidupnya pada saat dewasa. Tentunya jika remaja tersebut tidak berakhir pada mortalitas (kematian prematur) akibat perilaku risk taking tersebut. 

“Beban morbiditas dan mortalitas akibat non communicable disease telah meningkat di seluruh dunia dan sangat cepat perkembangannya di negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah, sementara beban akibat penyakit menular mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan urgensi untuk dilakukan langkah preventif deteksi dini faktor risiko ide bunuh diri di remaja,” kata dia.

Soal pencegahan kata Nova, pemerintah telah banyak melakukan program sebagai langkah preventif seperti program kesehatan peduli remaja (PKPR), konselor sebaya, rapor kesehatanku, usaha kesehatan sekolah dengan beberapa jalur intervensi atau penanganan masalahnya, sekolah ramah anak, program kesehatan jiwa berbasis sekolah dan program di FKTP. 

Masyarakat dapat mengakses layanan konseling pencegahan bunuh diri, di nomor telepon gawat darurat (emergency) dengan hotline (021) 500-454 atau 119, bebas pulsa.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya