Menguak Bahaya Alergi Anak, Salah Satunya Hambat Tumbuh Kembang

Ilustrasi anak
Sumber :
  • Pixabay/Christianluiz

VIVA – Angka prevalensi kejadian alergi menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencapai 30 hingga 40 persen di dunia. Alergi sendiri merupakan suatu respons dari sistem kekebalan tubuh yang tidak normal.

Ini Cara Mengatasi Tantangan Imunisasi di Daerah dengan Akses Terbatas

Alergen atau yang menyebabkan (pencetus) alergi menurut Konsultan Alergi dan Imunologi Anak, Prof.DR.dr. Budi Setiabudi, SpA (K), M.Kes bisa berupa makanan atau yang terhirup. Beberapa alergi makanan bisa disebabkan oleh susu sapi, kacang kedelai, kacang tanah dan telur.

“Telur menjadi penyebab utama alergi makanan di Asia dan Indonesia,” kata dr Budi dalam konferensi pers Sarihusada dukung World Allergy Week 2019 di Rumah Maroko, Jakarta Pusat, Rabu 10 April 2019.

Kenali Alergi Susu, IDI Kabupaten Kebumen Berikan Informasi dan Pengobatan yang Tepat

Selanjutnya untuk alergi terhirup, faktor penyebabnya, antara lain tungau, serbuk sari tanaman, kecoak, jamur. Untuk alergi terhirup, Budi menyebut bahwa tungau menjadi faktor penyebab utama dari alergi terhirup. Dia juga menyebut bahwa tidak sedikit orangtua di rumah yang salah mengidentifikasikan alergi makanan dan tungau.

“Terkadang orangtua sering salah ketika anak makan kacang, hati ayam, daging merah, ayam di rumah, kemudian timbul gejala merah di tangan, makanan tersebut dituduh sebagai penyebabnya. Padahal itu disebabkan oleh tungau, karena debu. Harus hati-hati,” kata dia.

Intervensi Nutrisi Tingkatkan Kesehatan Anak yang Kekurangan Gizi

Alergi

Dia melanjutkan bahwa untuk mengetahui ciri-cirinya bisa mengenali gejala yang ditimbulkan. Apakah gejala itu muncul saat di rumah atau di luar rumah. Jika di rumah, Budi menyebut, itu pemicunya dari tungau lantaran tungau akan mati jika di bawah sinar matahari.

Kedua, harus dilihat apakah gejala alergi itu muncul saat siang hari atau rentan malam hingga pagi. Jika alergi muncul saat malam hingga pagi, berarti bisa jadi tungau.

“Tungau hidup di debu. Kalau sore masuk rumah kontak dengan debu, kemudian malam-pagi muncul batuk-batuk kemungkinan ini tungau,” kata dia.

Di sisi lain terkait dengan alergi, Budi menjelaskan, bisa diturunkan oleh orangtua. Jika salah satu orangtua memiliki alergi, risiko anak memiliki alergi sebesar 20-30 persen.

Apabila kedua orangtua anak ini memiliki alergi, maka anak memiliki risiko alergi sebesar 40-60 persen. Angka ini bisa naik dari 40-80 persen jika kedua orangtua memiliki jenis alergi yang sama.

Selain itu, ibu yang melahirkan dengan cara c-section atau caesar juga memiliki risiko anak memiliki alergi. Asap rokok baik aktif maupun pasif juga bisa menyebabkan alergi pada anak.

“Penelitian menyebut bahwa caesar memiliki angka kejadian alergi tinggi karena mereka lahir lewat perut. Perkembangan bakteri bisa meningkatkan risiko alergi,” ujar dia.

Untuk itu, perlu memahami gejala atau tanda seorang anak mengalami alergi, mulai dari bintik kemerahan di tubuh, diare, muntah-muntah atau tidak bisa buang air besar.

“Ada alergi yang memang muncul beberapa menit sampai beberapa jam setelah terpapar makanan. Ada juga yang beberapa jam atau beberapa hari kemudian. Ini sulit gejalanya, biasanya radang saluran cerna, bab berdarah,” kata dia.

Penting untuk cepat mengetahui, mengendalikan alergi dengan berkonsultasi kepada dokter tentang alergi terutama pada anak-anak. Sebab, kata dia, jika tidak cepat dikenali akan menggangu tumbuh kembang anak. Selain itu, juga bisa menyebabkan risiko penyakit jantung, hipertensi hingga ginjal. Untuk alergi sendiri tidak bisa disembuhkan, melainkan dapat dikendalikan.

“Itu patologisnya seperti itu, maka penting untuk melakukan penanganan secepatnya,” ucap Budi. (rna)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya