Efek Buruk Orangtua Tak Ajarkan Seksualitas Sejak Dini pada Anak

Ilustrasi remaja
Sumber :
  • Pixabay/ wokandapix

VIVA – Topik mengenai seksualitas masih menjadi hal yang sangat tabu di masyarakat. Karena begitu berhati-hati orang membicarakan hal ini, banyak informasi mengenai yang akhirnya tidak tepat.

Shawn Mendes Buka-bukaan Soal Seksualitas, Akui Sulitnya Temukan Jati Diri

Psikolog Klinis Dewasa, Inez Kristanti mengatakan, banyak orang yang penasaran mengenai seks lalu mencari tahu sendiri, namun berakibat destruktif. Terutama hal ini banyak terjadi pada remaja.

"Remaja ingin tahu tentang seks, di sekolah tidak ada akhirnya cari video porno. Video porno bukanlah sarana belajar yang tepat karena keliru takutnya. Tidak realistis," kata Inez saat ditemui baru-baru ini.

Menguak Manfaat Jus Pisang untuk Seksualitas Pria, Bisa Bikin Ereksi Lebih Lama?

Karena itu, Inez menekankan, anak-anak perlu mendapat pelajaran mengenai seksualitas sejak dini. Jangan tunda-tunda dengan alasan usia masih terlalu kecil, karena ketika anak sudah remaja, orangtua sulit mengawasi anak.

Pada akhirnya, orangtua jadi menebak-nebak sendiri, apakah anaknya sudah mulai puber, kenapa anaknya tidak juga bertanya mengenai perubahan fisiknya, atau berprasangka apakah anaknya sudah mulai pacaran dan melakukan hal yang tidak seharusnya.

5 Mitos Tentang Masturbasi, Benarkah Bisa Hilangkan Keperawanan?

Semua itu terjadi karena orangtua tidak membiasakan bercerita sejak kecil. Ketika anak sudah memiliki gejolak seksual, dia tidak tahu kepada siapa dia harus bercerita.

"Perkenalkan seksualitas sesuai usia anak. Bukan hanya terkait hubungan seksual, tapi juga citra tubuh, organ seksual, cinta, gender. Harus dibiasakan sejak kecil," ucap Inez.

Dengan mengenalkan pendidikan seks sejak dini, anak jadi bisa mengenali dirinya sendiri. Ia juga punya sumber informasi yang tepat. Anak akan merasa nyaman bertanya kepada orangtua hingga ia dewasa terkait seksualitas.

Selain itu, jika orangtua mengajarkan pada anak mana area privat tubuhnya yang tidak boleh disentuh orang lain, akan meminimalkan terjadinya pelecehan seksual. Ketika hal tak diinginkan itu terjadi, anak bisa melaporkan dengan tepat. Misalnya, anak bisa menceritakan jika penisnya disentuh.

Yang sering sekali keliru adalah orangtua salah menyampaikan informasi pada anak. Contohnya mengenai nama organ intimnya. Banyak orangtua yang masih menyebutnya dengan kata lain, tidak seperti organ tubuh lainnya seperti mata hidung dan telinga.

"Seharusnya sebut saja, ini vagina, ini penis. Karena itu nama-nama yang sudah disebutkan di buku-buku," ujar Inez.

Dengan begitu, anak akan melihat bahwa topik ini bukan topik yang tabu untuk dibicarakan. Sebaliknya, jika orangtua tertutup, anak akan belajar bahwa seks adalah sesuatu yang jorok. Pada akhirnya anak akan tumbuh menjadi remaja yang penasaran tapi tidak memiliki pemahaman.

Pendidikan seks, lanjut Inez, bisa dimulai sedini mungkin, usia satu tahun. Di usia ini, orangtua bisa memperkenalkan organ seksual anak. Kemudian, semakin tinggi usia anak, semakin kompleks juga yang diajarkan.

Di usia 3-5 tahun, anak bisa diajarkan mengenai alat reproduksi. Usia 6-8 tahun mengenai gender yaitu apa itu laki-laki dan perempuan. Usia 9-12 tahun orangtua mempersiapkan anak memasuki masa pubertas dan perubahan apa yang akan terjadi di masa itu.

Hingga usia anak di atas 12 tahun, dia akan menganggap orangtua sebagai teman yang bisa diajak bicara mengenai seksualitas. (ldp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya