Anak Gemar Main Media Sosial Rentan Alami Sekstorsi
VIVA – Sepanjang tahun 2018 lalu, kasus pornografi dan cybercrime yang terjadi pada anak di Indonesia meningkat drastis menjadi 679 kasus. Ini sekaligus menempatkan kasus tersebut di peringkat kedua pelanggaran yang paling sering terjadi selama 2018.
Dari total keseluruhan kasus, satu fenomena yang patut diwaspadai dari kejahatan pada anak di dunia anak ialah terkait dengan sekstorsi. Menurut Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Margaret Aliyatul Maimunah, hal ini patut diwaspadai oleh para orangtua.
"Kami memang masih belum mempunyai data pasti terkait dengan sekstorsi, tapi sepanjang tahun 2018 lalu itu sudah lebih dari tiga. Artinya ini cukup banyak," ucap Margaret saat konferensi pers di kantor KPAI, Menteng, Jakarta, Selasa, 8 Januari 2019.
Margaret menjelaskan, intinya sekstorsi ialah pemerasan yang dilakukan dengan ancaman penyebaran foto-foto tidak senonoh dari para korban. Menurutnya, hal ini banyak terjadi pada anak dengan pelaku orang dewasa yang dikenalnya melalui media sosial.
"Mereka melakukan komunikasi efektif atau layaknya orang pacaran dan pelaku atau orang dewasa meminta untuk saling bertukar pornografi, dan foto ini digunakan untuk memeras anak atau korban. Mereka meminta uang atau kuota dan sebagainya kalau tidak mau foto itu disebar ke berbagai jaringan," ujar Margaret menjelaskan.
Dalam beberapa kasus, meski sang anak telah pindah sekolah dan tempat tinggal, para pelaku masih meneror dan mengancam untuk menyebarluaskan foto tersebut kepada teman-teman terdekatnya.
Menurut dia, saat ini orang dewasa memang lebih sering menjadi pelakunya. Namun, tidak menutup kemungkinan jika di kemudian hari anak bisa menjadi pelaku. Oleh karena itu, ia meminta orangtua lebih memperhatikan tentang penggunaan gadget anak dan juga memperkaya pemahaman literasi digital.
"Yang jelas orangtua kita beri penguatan literasi digital. Tapi harus dibarengi dengan kontrol dari orangtua. Orangtua wajib tahu konten apa saja yang diakses oleh anak, dan melarang untuk anak mengunci gadget-nya," kata dia.
(rna)