5 Hal Penting Tentang Kekerasan Seksual Anak yang Wajib Dipahami
VIVA – Kekerasan anak bisa terjadi di mana saja, meskipun terdengar jauh dari lingkungan sekitar kita, namun tanpa disadari tindakan yang mengacu terhadap kekerasan anak mungkin saja terjadi sangat dekat dengan kita, bahkan dialami oleh orang-orang yang kita kenal.
Salah satu jenis kekerasan terhadap anak yang menjadi perhatian serius adalah kekerasan seksual. Data di Pusat Krisis Terpadu RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo pada 2014-2016 mencatat ada lebih dari 754 laporan tentang kasus kekerasan seksual terhadap anak. Ironisnya, angka ini diprediksi lebih tinggi karena masih banyak masyarakat yang enggan melapor.Â
Padahal sejak tahun 2002 Indonesia sudah memiliki perangkat hukum yang khusus mengatur tentang kekerasan terhadap anak, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) nomor 23 tahun 2002 yang kemudian direvisi pada tahun 2014 menjadi UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Dokter Spesialis Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo dr.Fitri Ambar Sari, Sp.F, MPH mengatakan pentingnya kesadaran dan pemahaman tentang kekerasan seksual anak, karenanya ia membagi 5 hal yang perlu diketahui tentang kekerasan seksual terhadap anak.
"Pertama, harus dipahami tentang konsep 'anak'. Dalam UU RI disebut bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Jadi, setiap peristiwa persetubuhan dan, atau pencabulan terhadap seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk dalam kategori kekerasan seksual terhadap anak," ujarnya kepada VIVA dalam acara Kampanye Anti Kekerasan Seksual Terhadap Anak, yang diselenggarakan di Depok beberapa waktu lalu.
Poin ke dua, ia menyebutkan soal jenis-jenis kejahatan seksual terhadap anak yang juga penting dipahami, menurutnya setiap aktivitas seksual yang melibatkan anak dengan orang dewasa atau dengan sesama anak termasuk dalam kejahatan seksual terhadap anak.
"Tidak harus ada unsur pemaksaan, biasanya justru ada iming-iming dari pelaku untuk tujuan seksual komersial (prostitusi) serta melakukan eksploitasi anak untuk tujuan materi pornografi juga termasuk ke dalam kekerasan seksual anak."
Poin 3, dr Fitri juga menyebut pentingnya memahami ancaman pidana. "Ancaman pidana kurungan penjara untuk pelaku paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun, termasuk melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan perbuatan cabul," ujarnya.
Tak hanya itu, di poin ke 4 juga penting dipahami bagaimana dampak kekerasan seksual pada korban.
"Secara fisik, korban kekerasan dapat mengalami luka-luka pada alat kelamin, nyeri perut bahkan bisa pula hamil padahal korban masih anak-anak."
Dampak lainnya juga ada infeksi menular seksual yang membahayakan kesehatan korban. Secara psikis korban bisa mengalami gejala depresi, cemas, tidak percaya diri dan bahkan bisa berakibat si korban menggunakan obat-obat terlarang atau bunuh diri.
Karenanya di poin ke lima kegiatan melapor dan melakukan pemeriksaan terhadap korban juga penting dilakukan.
"Jika ada masyarakat yang mengetahui adanya peristiwa kekerasan seksual terhadap anak maka harus melaporkannya ke pihak Kepolisian. Nanti polisi akan membuatkan Surat Permintaan Visum agar korban divisum ke dokter forensik atau dokter." (ldp)
Â