Metode Sensasi untuk Terapi Komunikasi Anak Berkebutuhan Khusus
- pixabay/picjumbo
VIVA – Ada stigma bahwa seni selalu berkaitan dengan estetika, padahal seni punya fungsi dasar sebagai alat terapi. Termasuk terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk bisa fokus, berkonsentrasi, dan yang terpenting, berkomunikasi.
Dasar pemahaman inilah yang mendorong Dr. Anne Nurfarina, MSn, Direktur Art Therapy Center Widyatama menciptakan metode terapi yang disebut dengan 'sensasi'. Metode sensasi adalah metode stimulasi sensori berbasis kreatif yang merupakan aspek dalam seni seperti audio, visual, dan kinetis.
Berangkat dari pengalaman pribadinya saat mengasuh adik yang juga seorang anak berkebutuhan khusus, Anne terdorong untuk mengembangkan metode sensasi. Saat itu, di tahun 1970-an, belum ada yang mengenal spektrum autisme sehingga adik Anne dianggap anak yang kelainan jiwa atau aneh.
"Adik saya interest bermain gitar dan piano, tanpa belajar dia tahu kalau piano ditekan dan gitar dipetik," ujar Anne saat ditemui VIVA di pembukaan Pameran Warna-warna di Kemang, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Interest atau minat itulah yang dinilai Anne sebagai pintu untuk masuk ke dunia adiknya. Beberapa kali Anne membuat nada ketukan, adiknya memberikan respons dan dari situ komunikasi bisa terjadi.
Sayang, ketika hal itu disampaikan ke orangtua Anne, mereka justru menganggapnya aneh. Hal itu terus membekas di hati Anne hingga ia kemudian masuk ke jurusan seni di Institut Teknologi Bandung.
Di sana Anne bertemu dengan seorang profesor yang mengatakan jika setiap manusia punya kreativitas hanya tingkatannya saja yang berbeda. Pikiran Anne semakin terbuka dan yakin selama respons terhadap seni itu ada komunikasi, kognitif, dan semuanya bisa dibangun.
Hingga kemudian saat menyelesaikan program S3, Anne mendapat bantuan untuk melakukan kajian mengenai metode berbasis seni ini. Hasilnya, Anne menemukan bahwa respons komunikasi ini bisa membuat kosakata anak berkebutuhan khusus bertambah.
"Kalau dalam bentuk objek visual mereka lebih mudah dibanding kita bicara yang dalam pikiran mereka masih abstrak," kata Anne.
Dalam metode ini, lanjut Anne, yang terpenting adalah adanya respons terlebih dahulu dari anak. Dari respons itu komunikasi bisa terbangun dan akhirnya kita bisa memasukkan konsep pembelajaran yang bentuknya stimulus.
Hal pertama yang perlu dilakukan untuk menciptakan respons itu adalah dengan mencari minat anak. Dari minat itulah pintu untuk berkomunikasi akan lebih mudah terbuka.
Namun, terapi ini hanya sesuai dengan anak yang dominan otak kanan. Karena, jika anak yang dominan otak kiri mereka tidak bisa menerima stimulus dari metode sensasi. Inilah yang disebut dengan stimulus alami.
"Kita menerima dari usia tiga tahun. Selama mengaplikasikan ini maksimal empat kali pertemuan sudah terjadi eye contact," ujar Anne.
Jadi, sangat disarankan orangtua untuk melakukan langkah terapi sejak anak masih kecil. Jika datang sudah usia remaja, behaviour dasarnya sudah terbangun dan kompleksitasnya sudah lebih tinggi.
"Kami ingin mengampanyekan ke masyarakat bahwa terapis terbaik adalah orangtua, asal tau strateginya," imbuh Anne.
Anne menyayangkan karena masih banyak menganggap bahwa terapi semacam ini hanya ada di sekolah mahal. Karena itu, Anne membuat sistem terapi yang murah. Dan metode ini sebenarnya merupakan temuan umum dan bukan khusus ada di tempatnya saja.
"Selama ini mindset orang-orang adalah terapi itu oleh orang lain, padahal orangtua juga bisa," lanjut Anne.