5 Langkah Cegah Perkawinan Anak

Diskusi Media tentang Perkawinan Usia Anak
Sumber :
  • Dok. VIVA/Alika

VIVA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) terus mendorong upaya untuk menurunkan angka perkawinan usia anak. Seperti diketahui, angka perkawinan anak di Indonesia masih tinggi, dengan rasio 1 dari 4 anak menikah di bawah usia. 

Cerita Inspiratif GenRengers Educamp dalam Menurunkan Angka Pernikahan Dini

Dampak perkawinan anak tak dapat dipandang sebelah mata. Di usia belia, secara mental dan psikologis, mereka belum siap menghadapi perkawinan, di samping organ reproduksi yang belum matang. Perkawinan anak juga menambah rantai kemiskinan, serta memutus pendidikan.

Lenny R. Rosalin, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, menegaskan, "Kalau angka perkawinan anak masih tinggi, jangan harap IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia tinggi," ujarnya pada acara Diskusi Media tentang Perkawinan Usia Anak di Jakarta, 6 Agustus 2018. 

Nordianto Berhasil Tekan Pernikahan Dini Pada Remaja dengan Berkemah

Ibu yang menikah dan mengandung di usia belia, berpotensi melahirkan anak dengan stunting dan berat lahir rendah. Kondisi tersebut terkait erat dengan kecerdasan otak dan kesehatan mental anak di kemudian hari. 

Faktor yang memicu angka perkawinan anak masih tinggi, bukan hanya dari segi ekonomi. Tapi juga budaya dan pola pikir orangtua. Di beberapa daerah, banyak orangtua yang menjodohkan anaknya, dan menjadikan anak perempuan sebagai 'komoditas'. 

Menguak Bahayanya Pernikahan Dini untuk Kesehatan Fisik dan Mental Remaja

Dengan begitu, tanggungjawab orangtua menjaga anak jadi lebih ringan karena dilimpahkan ke pihak ketiga, yaitu suami. Karenanya, diperlukan kolaborasi banyak pihak untuk mencegah pernikahan anak. Berikut ini seperti dipaparkan Lenny yang juga telah digulirkan oleh KPPPA. 

1. Langsung memberikan edukasi pada anak. Anak perempuan perlu dipahamkan bahwa menikah di bawah umur, berisiko terhadap kesehatannya. Misalnya vagina yang rusak karena belum siap menerima penetrasi.

2. Peran keluarga. Kementerian PPPA telah membentuk kelompok edukasi pada orangtua di berbagai provinsi agar tidak ikut-ikutan menikahkan anak di usia dini. 

3. Sekolah. Sekolah juga harus ikut menyampaikan pesan terkait pencegahan perkawinan anak. Anak harus didukung untuk terus sekolah, minimal sampai SMA. 

4. Lingkungan. Dengan cara melibatkan tokoh agama, institusi. "Makanya mengedukasi lingkungan itu tidak mudah, makanya kita bekerja sama dengan ulama,  tokoh masyarakat, petugas KUA."

5. Pemerintah. Struktur kelembagaan hingga tingkat desa juga harus digerakkan untuk sama-sama menekan angka perkawinan anak. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya