Setop Pernikahan Anak untuk Generasi yang Sehat dan Sejahtera
- Pixabay
VIVA – Melalui momentum peringatan Hari Anak Nasional 2018, Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) meminta sejumlah pihak untuk segera menghentikan pernikahan usia anak, demi terciptanya generasi yang sehat dan sejahtera.
"Pernikahan usia anak harus dihentikan. Kita merasa perlu adanya advokasi sebagai jalan pencegahan terjadinya pernikahan usia anak yang dalam kurun waktu belakangan ini marak terjadi," kata Koordinator Program Advokasi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi LP2M, Sri Ambarwati di Padang, Sumatera Barat, Senin, 23 Juli 2018.
Berdasarkan penelitian, lanjut Sri, pernikahan usia anak menjadi salah satu penyebab utama terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menurutnya ada tiga poin yang harus dilakukan, yaitu setop pernikahan usia anak, pentingnya pendidikan seksual bagi anak dan akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Kita mendorong negara dan masyarakat untuk ikut berkampanye. Sehingga hak anak terpenuhi seperti hak pendidikan, partisipasi ruang publik dan hidup nyaman,” ujar Sri,
Sejatinya kata Sri, fenomena pernikahan usia anak makin hari makin meningkat. Untuk level dunia, Indonesia saat ini menduduki posisi ke-37. Sementara di tingkat ASEAN, Indonesia menempati posisi kedua di bawah Kamboja.
Sementara untuk Sumatera Barat, berdasarkan hasil penelitian BKKBN, data 2010 hingga 2015 menunjukkan, pernikahan usia anak di Sumbar berjumlah 6.083 pasangan. BPS Sumbar tahun 2016 mengambil sampel 10.200 rumah tangga, dengan hasil 10,22 persen pasangan menikah pada usia anak di bawah 18 tahun.
“Jadi hasil penelitian itu, satu dari empat anak menikah di bawah usia 18 tahun. Satu dari 10 remaja usia 15 hingga 19 tahun itu telah melahirkan atau sedang hamil anak pertama,” katanya.
Tentu saja, Sri menegaskan bahwa hal tersebut memiliki dampak sosial, seperti hak untuk mendapatkan pendidikan sudah putus, kesempatan bekerja atau mengembangkan diri tidak bisa. Alhasil, kemiskinan menganga.
“Selain itu, juga berdampak terhadap kontribusi kematian ibu dan bayi, dikarenakan alat reproduksi belum kuat,” tutupnya.