Awasi Anak, 4 Bahaya Medsos Ini Bikin Ia Terseret Pornografi

Logo Media Sosial Facebook.
Sumber :
  • REUTERS/Dado Ruvic

VIVA – Video selebgram Anya Geraldine kembali menjadi sorotan dan memperoleh teguran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Anya kerap mengunggah konten vulgar bersama kekasih di media sosial. Tak sedikit orangtua yang resah karena khawatir anak-anak mereka terkena pengaruh dan mencontoh gaya hidup Anya.

Ini Tips Etika Berjejaring untuk Gaya Hidup Digital yang Lebih Baik

KPAI mengingatkan Anya agar tidak mengulangi perbuatannya mengunggah video mesra bersama kekasih seperti pada tahun 2016 lalu. “Kami mengingatkan agar Geraldine tidak mengulangi perbuatan yang sama karena bisa berdampak negatif bagi anak. Ingat bahwa 70 persen perilaku anak itu karena pengaruh proses lingkungan,” terang Susanto, Ketua KPAI, dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA, Rabu, 26 Juni 2018.

Tak dimungkiri, anak-anak zaman sekarang ini telah mengakses gadget dan media sosial, tanpa sadar akan dampak buruknya. Oleh karenanya, sudah menjadi tugas orangtua untuk membentengi anak dari pengaruh negatif internet dan media sosial.

Workshop Makin Cakap Digital, Membentuk Kesadaran Etika Berjejaring bagi Guru dan Murid Sorong Papua

Selain berpotensi meniru perilaku buruk figur publik yang mereka tonton di internet, berikut beberapa bahaya lain penggunaan media sosial yang perlu dipahamkan orangtua pada anak.

1. Sexting

Biadab, Ketua LGBT Ini Lalukan Kekerasan Seksual kepada Anak

Australia, Amerika Serikat, dan Inggris telah menetapkan bahwa pelaku sexting dan orangtuanya akan dijebloskan ke penjara. Sebab, sexting (menyebarkan materi atau konten pornografi) telah termasuk dalam tindakan kriminal secara seksual. Mereka yang mengirimkan video dengan tubuh telanjang atau setengah telanjang di media sosial, meski akan hilang dalam beberapa detik, termasuk dalam sexting.

2. Cyberbullying

Amanda Todd bunuh diri setelah berbulan-bulan mengalami perundungan secara online. Cyberbullying biasanya bukan perundungan secara langsung, namun cenderung perundungan seperti mengatai, mengerjai, melalui internet. Banyak anak yang tidak bisa membedakan batasan antara bercanda dan merundung hingga mereka yang menjadi sumber perundungan tersebut.

3. Konten dewasa

Jenis konten ini lebih vulgar dibandingkan apa yang difikirkan oleh orangtua. Industri porno menargetkan media mainstream sebagai sumber pemutaran konten dewasa. Mereka ingin 30 persen isi website menayangkan pornografi. Bahkan, anak-anak bahkan bisa melihat konten dewasa tersebut melalui iklan atau film kartun.

4. Membocorkan informasi pribadi

Survey menemukan bahwa 93 persen remaja menggunakan nama aslinya secara online dan 21 persennya mengunggah nomor telepon pribadi. Apalagi, fitur live location sharing di media sosial membuat anak dan remaja menjadi semakin mudah dilacak.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya