Libatkan Anak jadi Teroris, Gaya Asuh Ortu Perlu Ditinjau
- REUTERS/Gonzalo Fuentes
VIVA – Menyusul aksi teror di Surabaya, beberapa waktu lalu yang melibatkan satu keluarga beserta dengan anaknya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyebut bahwa pola pengasuhan orang tua yang ada saat ini perlu ditinjau ulang.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia pun menyesalkan, adanya perilaku orang tua yang melibatkan anak untuk ikut serta dalam aksi terorisme.
"Ini kita sesalkan karena keluarga yang seharusnya menjadi pelindung utama anak, tapi justru menjerumuskan, dan masih ada juga anak yang jadi korban. Makanya perlu direview (ditinjau) kembali ke depan terhadap pola pengasuhan orang tua," ungkap Komisioner KPAI, Retno Listyarti saat ditemui di kantornya, Selasa, 15 Mei 2018.
Wanita yang juga praktisi pendidikan juga Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), ini juga menyebut, bukan hanya meninjau kembali fungsi pengasuhan dari orang tua, keterlibatan masyarakat, sekolah dan lingkungan terdekat juga menjadi penting untuk mengindentifikasi tumbuhnya paham-paham radikalisme.
"Itu menjadi penting jika indoktrinasi terjadi di rumah. (Dari sekolah), misal anak tidak mau hormat bendera, menyanyi Indonesia Raya, itu harus ditelaah. Apakah ideologis atau ikut -ikutan. Sekali lagi fungsi keluarga sangat penting," kata dia.
Di samping itu, Retno juga meminta pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan langkah-langkah antisipatif dan pencegahan secara masif melalui berbagai model pendekatan. Ini, kata dia, untuk mempersempit ruang gerak terorisme sejak dini.
"Di pihak lain, kasus terorisme yang melibatkan anak perlu didalami secara komprehensif termasuk memastikan inisiator utama di balik kejadian pelibatan anak, agar dihukum seberat-beratnya," kata dia.