Anak Pelaku Bom Bunuh Diri, KPAI: Korban Kesalahan Orangtua
- Repro Instagram
VIVA – Aksi teror bom di tiga gereja di Surabaya pada Minggu pagi, 13 Mei 2018, menuai kecaman dari banyak pihak. Apalagi pelaku diduga satu keluarga, yaitu suami istri, serta empat orang anak.
"Tadi sudah disampaikan Bapak Kapolri, pelaku ini kemungkinan satu keluarga. Korban berjumlah 13 orang, 7 di antaranya jemaat, dan 6 dari pelaku, terdiri dari suami dan istri dan empat orang anaknya," ujar Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Frans Barung Mangera, pada tvOne, Minggu malam.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turut menyampaikan duka cita mendalam terhadap peristiwa tersebut. "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Saya menyampaikan duka mendalam untuk seluruh korban bom di Surabaya," ujar Komisioner KPAI, Retno Listyarti pada VIVA.
Baca juga: Panduan Orangtua, 6 Tips Bicara pada Anak tentang Terorisme
Menurut Retno, tidak selayaknya anak-anak disertakan dalam peristiwa ledakan bom Gereja di Surabaya. "Anak adalah anugerah dan amanah Tuhan yang harus dilindungi oleh orangtuanya," ujarnya menambahkan.
Membawa serta anak dalam aksi yang mengganggu dan mengancam kehidupan orang banyak dinilai perilaku yang tidak bertanggung jawab, apalagi anak-anak ditempatkan di situasi yang berbahaya. "Anak tidak diberi pilihan dan juga tak bisa memilih, yang ia tidak pernah tahu risikonya," ujar Retno.
Anak-anak yang menjadi martir dan calon martir atau diajak meledakkan diri oleh siapa pun, tentu saja merupakan tindakan yang di luar batas kemanusiaan. Anak-anak itu juga korban kebiadaban.
"Terkait dengan 4 anak dalam keluarga pelaku bom bunuh diri di Surabaya, pada dasarnya mereka adalah korban dari sikap dan kesalahan orang tuanya," kata Retno.
Perkembangan situasi terkini di Surabaya, terjadi ledakan beruntun sejak aksi bom bunuh diri di tiga gereja pada Minggu, 13 Mei 2018 lalu dan Sidoarjo pada malam harinya. Senin pagi, 14 Mei 2018, ledakan bom kembali terjadi di Mapolrestabes Surabaya.