Panduan Orangtua, 6 Tips Bicara pada Anak tentang Terorisme
- ANTARA FOTO/Didik Suhartono
VIVA – Minggu pagi, 13 Mei 2018, Indonesia dikejutkan dengan peristiwa peledakan bom di gereja di Surabaya. Aksi yang diduga bom bunuh diri itu terjadi di tiga gereja, yaitu Gereja Santa Maria Tak Bercela, gereja di Jalan Diponegoro, dan gereja di Jalan Arjuna.
Tak pelak, peristiwa tersebut menorehkan duka mendalam dan kemarahan. Apalagi pelaku diduga satu keluarga, di antaranya anak-anak. Seperti dikatakan Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Frans Barung Mangera, pada tvOne, Minggu malam, "Tadi sudah disampaikan Bapak Kapolri, pelaku ini kemungkinan satu keluarga. Korban berjumlah 13 orang, 7 di antaranya jemaat, dan 6 dari pelaku, terdiri dari suami dan istri dan empat orang anaknya," katanya.
Tragedi yang menyita perhatian nasional ini mungkin juga tak luput dari perhatian anak. Terutama jika ia ikut menemani Anda menonton televisi untuk mengetahui perkembangan terbaru situasi di Surabaya. Barangkali ia akan mengajukan pertanyaan yang mengarah pada aksi terorisme, atau Anda berinisiatif untuk menjelaskan pada anak tentang terorisme.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberi panduan bagi orangtua cara bicara pada anak tentang kejahatan terorisme.
1. Cari tahu apa yang mereka pahami, bahas secara singkat apa yang terjadi, meliputi fakta-fakta yang sudah terkonfirmasi, ajak anak untuk menghindari isu spekulasi.
Pantau pemberitaan dari media yang jelas kredibilitas penyampaian informasi, ketimbang kabar dari media sosial yang sulit diklarifikasi. Hanya ceritakan pada anak mengenai fakta
2. Hindari paparan terhadap televisi dan media sosial, yang sering menampilkan gambar dan adegan mengerikan bagi kebanyakan anak, terutama anak di bawah usia 12 tahun.
Ketidakpahaman banyak pihak tentang aturan mengunggah foto dan video korban kekerasan di media sosial, sehingga sering ditemukan konten yang tidak layak tonton.
3. Identifikasi rasa takut anak yang mungkin berlebihan, pahami bahwa tiap anak memiliki karakter unik. Jelaskan bahwa kejahatan terorisme sangat jarang, namun kewaspadaan tetap diperlukan.
Salah satu langkahnya, ceritakan tentang terorisme dengan suara dan mimik muka yang tenang.
4. Bantu anak mengungkapkan perasaannya terhadap tragedi yang terjadi. Bila ada rasa marah, arahkan pada sasaran yang tepat, yaitu pelaku kejahatan. Hindari prasangka pada identitas golongan yang didasarkan pada prasangka.
5. Jalani kegiatan keluarga secara normal untuk memberikan rasa nyaman, serta tidak tunduk pada tujuan teroris mengganggu kehidupan kita, kebersamaan dan komunikasi rutin penting untuk mendukung anak.
6. Ajak anak berdiskusi dan mengapresiasi kerja para polisi, TNI, dan petugas kesehatan yang melindungi, melayani, dan membantu kita di masa tragedi. Diskusikanlah lebih banyak tentang sisi kesigapan dan keberanian mereka daripada sisi kejahatan pelaku teror.