Bahaya Pernikahan Dini Bagi Kejiwaan Anak
- Pixabay
VIVA – Pernikahan dini yang terjadi pada dua orang muda mudi yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, membuat geger banyak orang. Tak hanya itu, orang tua dari pasangan tersebut juga kabarnya menyetujui pernikahan dini yang berlangsung di kota Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Dikabarkan, pihak KUA telah menolak menikahkan mereka karena bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, terkait usia keduanya yang masih belia, yakni 15 dan 14 tahun. Psikolog Sani Budiantini, mengatakan anak-anak di bawah umur secara psikis belum siap menikah, karenanya undang-undang menetapkan batas usia pernikahan.
"Usia yang dianjurkan di undang-undang dibuat karena ada maknanya secara psikis. Karena anak SMP yang menikah, secara psikologis belum matang. Mestinya, orang tua jangan mendukung melainkan memberi masukan terkait seperti apa itu perkawinan," ujar Sani kepada VIVA, Senin, 16 April 2018.
Menurut Sani, dampak psikis yang dirasakan bisa mengganggu studi dari keduanya. Tentu, ini menganggu kelancaran masa depannya juga. Selain itu, anak SMP cenderung belum memahami peran dan kewajiban suami istri yang layak ada di perkawinan.
"Pernikahan dini menyebabkan potensial masalah. Peranan suami istri belum dipahami, sehingga ini lebih hanya ke arah melegalkan hubungan seks aja," terangnya.
Dengan minimnya pengetahuan mengenai peran suami istri, bisa berdampak ke arah konflik yang muncul secara beragam. Nantinya, konflik ini bisa semakin memberatkan situasi perkawinan yang dibentuk terlalu dini.
"Paling mudah terjadi perceraian. Stres berkepanjangan, lalu jika tekanannya terjadi selama enam bulan, maka bisa memicu depresi. Ini tentu bisa membuat fungsi kematangan dan aktivitas menurun," terangnya.