Sejarah Penemuan MSG, Asal Muasal Rasa yang Jarang Diketahui
- Pixabay/pexels
VIVA – Mono Sodium Glutamat, atau MSG hingga kini dipercaya masyarakat sebagai komponen bumbu masak yang berbahaya bagi kesehatan. Telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa bumbu pelengkap masakan ini berdampak merusak organ tubuh, salah satunya menghambat tumbuh kembang anak.
Maka tak heran, jika banyak yang mengurangi konsumsi MSG dan mengganti dengan yang lebih 'alami'. Tapi tahukah Anda, bahwa MSG ternyata memiliki kisah perjalanan yang tidak biasa? Menurut sejarah perkembangannya, cita rasa MSG ternyata sudah ada sejak ratusan tahun silam. Bagaimana kisahnya?
Seorang kimiawan, Profesor Ikeda menemukan MSG dan menyebutnya dengan sebutan 'umami'. Nama tersebut, ia dapatkan dari nama sebuah bumbu masak yang telah digunakan sejak seratus tahun lalu. Namun, tidak langsung sukses begitu saja, temuan profesor Ikeda ini ternyata masih membutuhkan puluhan tahun untuk bisa diterima masyarakat.
Pada 1908, Profesor Ikeda berhasil mengisolasi kristal yang terbuat dari glutamat, salah satu asam amino paling umum yang ditemukan dalam makanan dan juga tubuh manusia. Dikutip dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id, Rabu 18 Oktober 2017, setahun kemudian, ia berhasil menemukan cara untuk memproduksi zat ini dengan menggabungkan glutamat dan natrium, yang merupakan penyedap yang lezat dan mudah dicerna.
Ia berhasil menemukan monosodium glutamat, atau dikenal dengan MSG. Sayangnya, rasa umami pada MSG sulit dipahami oleh masyarakat. Baru pada 2000, peneliti berhasil menemukan reseptor rasa umami, atau gurih di lidah, sehingga menjadikannya rasa dasar kelima.
Rasa MSG meniru rasa bumbu masak kuno
Ketika meracik MSG, profesor Ikeda mengacu pada sebuah bumbu masak bernama umami. Sejarah rasa umami sebenarnya sudah muncul sejak awal peradaban.
Umami merupakan rasa yang penting dalam Dunia Kuno. Umami adalah salah satu kota terpenting di Semenanjung Italia. Kota ini dihiasi banyak vila yang elegan dan rumah untuk berlibur. Namun, kota ini tidak hanya menyajikan sarana pariwisata semata, melainkan juga produksi garum, yang kaya akan kandungan rasa umami, atau gurih.
Garum sendiri adalah bumbu utama dalam Dunia Kuno, mulai Yunani sampai Byzantium, hingga ke Arab. Bumbu ini dibuat dengan memfermentasikan isi perut ikan dalam air garam di dalam bejana tanah liat yang disebut urcei.
Hampir dua ribu tahun kemudian, kemungkinan tidak menyadari keberadaan garum, Profesor Ikeda mulai merintis analisis ilmiah terhadap rasa umami. Tetapi, diperlukan waktu hampir seratus tahun hingga sains Barat memberikan perhatian pada hal ini.
Sebab, manuskrip yang menjelaskan riset Profesor Ikeda ditulis dalam bahasa Jepang, dan sayangnya belum diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris hingga puluhan tahun. Kemudian, kendati kata "rasa" sudah biasa digunakan oleh banyak orang, dalam istilah ilmiah kata ini memiliki makna yang sangat spesifik.
Rasa umami atau gurih dideteksi langsung melalui reseptor rasa, tetapi kebanyakan orang akan lebih sulit mengidentifikasi atau menjelaskan rasa ini dibandingkan empat rasa dasar lainnya, yaitu asin, manis, pedas, dan pahit. Namun, dengan penjelasan dari penemuan Prof Ikeda, rasa umami atau gurih dari MSG dapat dipahami secara perlahan.
Kehadiran MSG mulai eksis kalangan juru masak. Seiring dengan hadirnya MSG, rasa umami semakin melejit bagai primadona di dunia kuliner. (asp)