Mengapa Kopi Arab Hanya Dituang Setengah Cangkir?
- VIVA.co.id/Umi Kalsum
VIVA.co.id – Pernah mendengar kata gahwa? Jika masih asing di telinga, gahwa adalah sebutan kopi khas Arab. Dalam budaya dan tradisi Arab, gahwa biasanya disajikan sebagai welcome drink atau minuman selamat datang sebagai upaya memuliakan tamu.
Jangan membayangkan gahwa serupa seduhan kopi di tanah air yang hitam pekat dengan aroma khas biji kopi. Warna gahwa cenderung coklat muda, atau coklat kekuningan beraroma rempah. Perbedaan warna ini berkaitan dengan proses pemanggangan biji kopi. Untuk gahwa pemanggangan tidak memakan waktu lama. Karena itu, kandungan kafein gahwa pun cukup tinggi dibandingkan kopi dengan proses pemanggangan biji yang lebih lama.
Nah, untuk menetralisir kafein dalam gahwa, saat proses perebusan, biasanya akan ditambah rempah seperti safron, jahe, cengkeh, kunyit, dan kapulaga. Itulah kenapa kopi khas Arab ini lebih didominasi aroma rempah.
Rasanya? Meski terlihat seperti cairan teh dan beraroma rempah yang manis, jangan tertipu. Rasa gahwa sangat pahit. Karena itu dalam penyajian biasanya akan didampingi butiran kurma atau coklat.
Sekadar catatan, budaya minum kopi di negara-negara Timur Tengah atau jazirah Arab sebetulnya sama tuanya dengan tradisi minum teh di negeri Tirai Bambu. Dan, seperti halnya menyesap teh, tradisi minum kopi ini pun sarat akan makna.
Gahwa atau kopi khas Arab yang disajikan dalam cangkir mini. Warnanya mirip teh pekat. (Foto: VIVA.co.id/Umi Kalsum)
VIVA.co.id mendapat kesempatan menyicipi gahwa saat berkunjung ke Sheikh Muhammad Center of Culture Understanding (SMCCU) di Distrik Al Fahidi, atas undangan Dubai Tourims. Distrik ini merupakan kota tua yang merepresentasikan Dubai di masa lalu. Dan, SMCCU adalah salah satu pusat budaya, di mana wisatawan mancanegara bisa menanyakan apa saja seputar budaya, tradisi dan toleransi di Uni Emirat Arab. UEA sendiri dihuni 10 juta orang dengan penduduk lokal hanya 1,5 juta jiwa. Sisanya 8,5 juta merupakan ekspatriat dari berbagai negara dengan beragam macam budaya dan kebiasaan masing-masing.
Saat tiba di SMCCU yang struktur bangunannya memiliki ciri khas Timur Tengah, sebelum mendapat penjelasan soal budaya dan tradisi negeri ini dari utusan UEA, Abdullah dan Waleed, rombongan kami dan sejumlah wisatawan mancanegara langsung disuguhi gahwa. Gahwa biasanya disajikan dalam ceret yang disebut dallah. Dallah akan dibawa berkeliling ke seluruh tamu dan dituang ke dalam finjan gahwa, cangkir khusus tanpa pegangan berukuran kecil.
Gahwa hanya dituang setengah cangkir saja. Kenapa? Alasannya simpel. Cangkir yang memuat gahwa berukuran kecil dan tidak memiliki pegangan. Jika diisi penuh dengan gahwa yang sangat panas, tentu akan merepotkan tamu. "Anda kan tidak ingin jari tamu Anda melepuh," kata Abdullah.
Dallah, wadah seperti ceret yang berisi gahwa sebelum disajikan kepada tamu. (Foto: VIVA.co.id/Umi Kalsum)
Makna lainnya, Abdullah melanjutkan, jika tuan rumah menuang penuh gahwa pada cangkir, itu merupakan cara halus memberitahukan tamu bahwa mereka sudah kelamaan berkunjung.
Yang harus diketahui lagi, jika tuan rumah ingin membicarakan penting dan rahasia, biasanya yang dilakukan ia akan meminum sedikit gahwa dan menaruh cangkir di bawah. "Itu artinya ada sesuatu yang akan dibicarakan," ujar Abdullah.
Dalam tradisi minum teh, tuan rumah biasanya akan menuangkan sampai tiga kali gahwa. Namun jika satu cangkir dirasa sudah cukup, Anda tinggal menggoyang-goyangkan cangkir. Itu tandanya Anda tidak ingin cangkir diisi lagi alias sudah cukup.