Kue Legendaris yang Tak Terkikis Waktu
- VIVA.co.id/Purna Karyanto
VIVA.co.id – Lembaran almanak segera berganti menuju bulan Syawal dalam hitungan yaum. Di awal bulan tersebut, umat Muslim merayakan hari yang penuh dinanti: Idul Fitri. Inilah hari di mana kerabat saling mendekat. Silaturahmi terajut di muka bumi.
Takbir berkumandang di segala penjuru. Wangi opor, rendang dan segala rupa hidangan khas Lebaran tercium dari balik tungku. Hidangan tersebut melengkapi canda tawa yang terselip di antara waktu santap bersama.
Lebaran pun tak lengkap rasanya tanpa kehadiran aneka masakan dan kue yang tak pernah absen disajikan di momen istimewa ini. Putri salju, nastar, dan kastengel adalah sederet penganan yang populer disuguhkan kepada tamu ketika Lebaran.
Meski demikian, terdapat kue yang juga tak pernah pudar oleh waktu. Kue ini pun kerap ditemui di atas meja ruang tamu ketika Lebaran tiba. Tak jarang kudapan tersebut disebut kue legendaris karena sudah ada turun-temurun.
Lapis legit, perpaduan Belanda dan Tiongkok
Kue yang pertama adalah lapis legit. Nyaris di setiap daerah di Indonesia memiliki kue lapis legit versi masing-masing. Namun, kue yang terbuat dari telur dan mentega ini ternyata cikal bakalnya dari Belanda.
“Asal katanya spekkoek, terdiri dari spek yang berarti lemak babi yang berlapis-lapis. Tapi karena orang Belanda membuat lapis legit di Indonesia maka lemak babi tidak dipakai,” ujar Konsultan Kuliner Heni Pridia kepada VIVA.co.id.
Kue lapis legit ini, ujarnya, dahulu merupakan kue yang sangat istimewa. Sebab, hanya bisa ditemui di rumah-rumah warga Betawi yang hidup di perkotaan saat Lebaran.
Lapis legit yang ada di bumi Nusantara ini juga telah disesuaikan dengan lidah Indonesia dengan menambahkan bumbu rempah. Ketika itu, bumbu lapis legit dibuat sendiri dengan cara memanggang kayu manis, cengkeh, dan kapulaga. Bumbu-bumbu tersebut kemudian dihancurkan hingga halus.
“Buat perasa supaya tidak terlalu enek karena ada paduan mentega dan telur. Untuk yang bagus pakai 20 telur. Kuning telur 75 persen dan putih telur 50 persen. Jadi dia berlemak sekali,” ujarnya.
Selain menambah bumbu rempah, lapisan kue juga diperbanyak. Tak hanya dua lapisan yang terdiri dari warna kuning serta cokelat saja. “Minimal 20 lapis karena ada pengaruh dari budaya Tionghoa juga,” ucap Heni.
Tak hanya didapati di Jakarta, kue lapis legit juga bisa ditemui di Surabaya. Adalah toko Suka Rasa yang menjajakan kue lapis legit ini.
Sang pemilik toko, Endrik Cahyono mengungkapkan, pembeli kue lapis Surabaya tidak hanya berasal dari Kota Surabaya, melainkan juga dari beberapa kota lainnya. Di antaranya Sidoarjo, Malang, Jakarta, Semarang.
“Bahkan ada yang jauh-jauh dari Malaysia datang ke Surabaya hanya untuk cari kue saya ini, dan dalam sehari toko ini bisa menjual sampai 150 kardus,” ujar pria berusia 21 tahun ini.
Pria yang baru menekuni bisnis kue lapis legit sejak empat tahun lalu itu mengaku hanya meneruskan usaha orangtua dan kakeknya. Namun, ia tak tahu persis sejarah bisnis kue lapis legit sang leluhur.
Dahulu, ujar Hendrik, kue lapis legit memang banyak disajikan pada momen-momen istimewa. Di antaranya pesta pernikahan, penyambutan kedatangan tamu besar, dan berbagai hajatan lainnya.
Tradisi penyajian kue lapis legit semacam itu sebenarnya masih berlangsung hingga saat ini. Walaupun, pada saat ini tidak sekaku pada zaman dahulu, sehingga lapis bisa dinikmati kapan saja tidak harus menunggu acara istimewa.
“Kalau sekarang semua orang memang bebas makan kue lapis kapan saja, mulai dari kalangan menengah ke bawah, sampai pejabat,” ujar Endrik lalu tertawa.
***
Biji ketapang, aslinya Betawi
Selain lapis legit, Betawi juga punya makanan khas Lebaran lainnya yang tak kalah populer. Biji ketapang, demikian kudapan ini disebut. Penganan ini bentuknya memang menyerupai biji buah ketapang.
“Zaman dahulu bahannya pakai tepung beras, parutan kelapa, dan telur,” kata Heni Pridia.
Sedikit bercerita, Heni menuturkan, kuliner Betawi merupakan akulturasi antara pendatang dengan masyarakat lokal. Kuliner Betawi tengah atau mereka yang di pusat kota lebih banyak dipengaruhi Belanda. Hal ini terlihat pada pemakaian tepung terigu, susu, mentega, dan telur.
Sementara Betawi pinggiran biasanya tidak terpapar dengan bahan-bahan makanan yang biasa ditemui pada Betawi tengah. Umumnya, masyarakat Betawi pinggiran memakai bahan-bahan dari sekitar rumah mereka. Selain itu, kuliner Betawi pinggiran lebih banyak digoreng karena tidak mengenal proses memanggang.
“Banyak pohon kelapa, tepung berasa, tepung ketan. Itu menciptakan makanan yang berbeda. Kue akar kelapa, kue biji ketapang bisa dibilang dari Betawi,” ungkapnya.
Biji ketapang biasanya disajikan pada saat Lebaran. Namun saat ini biji ketapang bisa disajikan kapan saja. Meski demikian, biji ketapang hanya dijual di tempat-tempat tertentu, seperti di pusat oleh-oleh, toko kue, dan di Setu Babakan.
***
Maksubah, kue penghormatan
Jika dibandingkan pempek dan mie celor, barangkali kuliner asal Palembang yang satu ini kurang begitu populer. Maksubah atau maksuba, nama kue basah tersebut. Kue berwarna cokelat kekuningan ini diyakini sebagai salah satu sajian di istana Kesultanan Palembang. Maksubah dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada kerabat dan tamu yang datang.
Namun kini, kue maksubah hanya disuguhkan ketika acara-acara besar, seperti pernikahan, dan hari raya. Oleh karena itu, kue maksubah ini memang lebih sukar dicari ketimbang pempek. Kudapan ini hanya bisa dipesan pada warga yang memang sudah terampil dalam membuat kue maksubah.
Salah satunya adalah Ari, 45. Pria yang bisa ditemui di pasar tradisional Cinde, Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Ilri Timur 1 itu, memang dikenal sebagai pembuat maksubah.
Seperti kue lapis legit, maksubah juga menggunakan banyak telur, baik telur ayam dan bebek. Sebagai contoh, telur yang dibutuhkan untuk membuat satu loyang ukuran 20 x 20 sentimeter saja sebanyak 20 butir. “Itu karena kue maksubah tidak lengket di mulut seperti kue bolu pada umumnya,” ujar Ari.
Menggunakan bahan susu, margarin, terigu, serta telur yang banyak, pembuatan kue maksubah juga harus melalui proses panjang. Maka tak heran jika harga satu loyang kue maksubah cukup fantastis, yakni sekitar Rp120 ribu untuk yang menggunakan telur ayam dan Rp300 ribu-Rp500 ribu yang menggunakan telur bebek.
Bentuk maksubah memang sekilas mirip dengan kue 8 jam yang juga merupakan kue khas Palembang. “Tapi, kalau kue 8 jam itu dikukus, kue maksubah ini dipanggang di atas api pakai oven,” ujar Ari menambahkan.