Ayah Ibu, Ini Dampak Negatif Pilih Kasih Terhadap Anak
- Pixabay
VIVA.co.id – Sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti di University of California menunjukan 74 persen ibu mengatakan mereka memiliki anak favorit. Studi yang melibatkan sebanyak 384 keluarga dan telah diterbitkan dalam Journal of Family Psychology itu juga mengungkap bahwa dari waktu ke waktu, setiap orangtua kemungkinan merasa sedikit lebih sayang kepada anak yang berperilaku paling baik, atau lebih protektif kepada anak yang paling kecil.
Lalu, pernahkah Anda membayangkan perasaan buah hati Anda ketika saudara mereka mendapat perlakuan yang lebih istimewa dari orangtuanya?
Menurut studi dari Cornell University, ibu yang melabeli anaknya sebagai anak emas karena tidak pernah melakukan kesalahan, atau mengkambinghitamkan anak yang selalu berbuat salah, akan membuat mereka mengalami masalah psikologis dan konflik di antara saudara yang akan bertahan selama kehidupan mereka.
Dr. Karyl McBride, penulis buku Will I Ever Be Good Enough? Healing the Daughters of Narcissistic Mothers, meyakini ketika anak laki-laki dan perempuan mengalami gangguan emosional, kerusakannya dapat sangat berbahaya ketika orangtua bermain pilih kasih dengan anak perempuan.
“Seorang ibu adalah panutan utama anak perempuan dalam membangun pribadinya sebagai seorang individu, kekasih, istri, ibu, dan teman. Pilih kasih dapat menimbulkan perasaan mendalam akan kekurangan dirinya. Singkatnya, ‘Jika ibu saya kurang suka pada saya, tidakkah orang lain juga demikian?’” kata McBride, seperti dikutip laman Gulfnews.
McBride percaya, seorang ibu yang memiliki sifat dan perilaku narsistik umumnya disebabkan karena ia sendiri haus akan kasih sayang seorang ibu. Mereka pun cenderung gemar memegang kendali dan menjaga harga diri serta perasaan mereka dengan memberlakukan aturan dan pilih kasih di antara anak-anaknya.
Psikoterapis keluarga, Miriam Chachamu, penulis buku How to Calm a Challenging Child, perilaku ekstrem yang ditunjukkan anak-anak hanya mungkin terjadi akibat orang tua yang narsistik.
“Banyak orang tua dari generasi sebelumnya tidak ragu mengatakan kalau mereka punya anak favorit. Sekarang kita tahu pengasuhan seperti itu bisa beracun dan hal itu sudah lama disembunyikan,” kata dia.
Tapi, beberapa orang tua masih melakukan preferensi pada satu anak. Mereka harus mengakui hal ini agar masalahnya bisa diketahui. “Sebagai orang tua, bukan berarti ada yang salah dengan Anda. Ada kalanya mudah untuk merasa lebih dekat dengan satu anak yang lebih mudah diatur. Daripada mempermalukan diri kita, lebih baik tanyakan pada diri sendiri, apakah kita secara sengaja telah berkontribusi pada dinamika ini?,” ujar Chachamu.
Lantas, bagaimana dengan anak-anak yang tidak menjadi favorit orangtua ketika mereka sudah dewasa nanti?
Ia mengatakan bahwa jika anak tersebut bisa melakukan percakapan dan jujur satu sama lain dengan saudara dan orangtua mereka, maka tidak pernah terlambat untuk mengobati luka lama.
Laporan: Adinda Permatasari