Kue Simping, si Gurih Khas Purwakarta

Sumber :
  • VIVA.co.id/Jay Bramena

VIVA.co.id - Jalan-jalan ke Purwakarta, Jawa Barat, tak lengkap rasanya kalau tidak membeli simping untuk buah tangan. Ya, kue simping merupakan cemilan khas kebanggaan masyarakat Purwakarta.

VIDEO: Si Pipih Gurih Khas Purwakarta
Simping sangat mudah dijumpai di Purwakarta, terutama ketika memasuki daerah yang menjadi sentra pembuatan dan penjualannya, yaitu Kampung Kaum, Jalan Baing Marzuki, Kelurahan Cipaisan, Kecamatan Purwakarta Kota. Tempat ini hanya berjarak beberapa ratus meter saja dari alun-alun Kota Purwakarta.
 
Menko Airlangga Yakinkan Investor Global: If You Want to Grow, then Grow with Indonesia
Simping dibuat dari tepung tapioka dan terigu yang ditambah bumbu penyedap serta perasa dari rempah dan buah buahan. Bentuknya berupa lembaran pipih yang bundar dan tipis.
 
Usulan PDIP Soal Polri di Bawah TNI atau Kemendagri Dianggap Aneh
Simping memiliki rasa yang gurih. Teksturnya yang renyah membuat siapa pun dijamin ketagihan. Terlebih lagi, simping kini hadir dalam sejumlah varian rasa, mulai dari kencur, bawang, pandan, nanas, durian, stroberi hingga nangka.
 
Harga per bungkus dibanderol Rp8 ribu dan Rp11 ribu, untuk simping jenis wanayasa.
 
Simping juga merupakan makanan yang bebas kolesterol, karena proses pembuatannya tidak menggunakan minyak dan dipanggang, sehingga aman dikonsumsi siapa pun.
 
Salah satu produksi simping yang terbilang populer adalah Simping Kaum Sartika, usaha milik Muhammad Andi (42) dan istrinya Yuli Rahmawardani (33).
 
Dikatakan Andi, usaha yang digelutinya sebagai perajin sekaligus penjual kue simping, sudah berjalan selama 35 tahun.
 
"Kalau usaha simping ini adalah warisan dari ibu saya, untuk kemudian kami kelola hingga saat ini," kata Andi kepada VIVA.co.id beberapa waktu lalu.
 
Simping selalu dijadikan sebagai buah tangan oleh warga Purwakarta yang berangkat ke luar daerah, atau ke luar negeri, maupun masyarakat luar yang berkunjung ke Purwakarta.
 
"Kalau simping saya ini allhamdulillah sudah dikenal di hampir seluruh Indonesia, bahkan sampai luar negeri mulai dari Asia hingga Eropa," ujar Andi.
 
Selain dijual di kios miliknya, simping produksi Andi, juga dijual di sejumlah outlet di Purwakarta. Kini, usahanya dirasa semakin berkembang hingga bisa meraih omzet cukup besar dalam setiap bulannya.
 
"Rinciannya per hari saya bisa mendapat Rp1,3 juta, dan kalau ditotal omzet per bulan bisa sampai Rp40 juta," ucap Andi.
 
Diakui Andi, usahanya memproduksi simping tak lepas dari peran ibunya dalam membangun usaha itu. Bahkan, selain dapat menjadi sumber kehidupan keluarga, juga bisa menyekolahkan dan menguliahkan delapan orang anak-anaknya.
 
Simping dalam sejarahnya sudah ada sejak zaman dahulu kala, dan merupakan kudapan para bangsawan masa kerajaan, dari Kerajaan Sunda. Simping lantas dikembangkan oleh salah seorang pembuatnya yang berdomisili di Kampung Kaum.
 
"Dulunya orang di sini mendapat resep untuk membuat simping yaitu dari Almarhum Haji Engkun, yang notabene orang pertama dari keluarga ningrat yang mengembangkan usaha simping ini," ujar Andi.
 
Namun, di tengah nama simping yang kini banyak dikenal di berbagai daerah sebagai makanan khas Purwakarta, justru usaha simping semakin sulit untuk dipertahankan. Itu terjadi tak lepas dari mahalnya harga bahan baku seperti tepung tapioka yang semula hanya Rp70 ribu per lima puluh kilogram, kini sudah di atas Rp400 ribu.
 
Belum lagi bahan lain seperti rempah dan buah-buahan, karena perasa dalam simping menggunakan bahan alami alias tanpa perasa buatan.
 
"Di sini, sekarang kira-kira ada 300 perajin dan penjual mah, soalnya banyak yang tutup juga tidak sanggup bertahan," kata Andi.
 
Laporan: Jay Bramena
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya