Hidangan Lele Ini Masuk Istana Negara
Senin, 21 Desember 2015 - 19:33 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id
- Sebelum terkena pemutusan kerja (PHK), Rangga merupakan karyawan radio di Bandung, Jawa Barat. Setelah pindah ke Jakarta, ayah dua anak ini bekerja di sebuah perusahaan bidang informatika, namun nasib berkata lain, Rangga terkena PHK pada tahun 2006.
“Waktu di PHK, saya berpikir, jika masih terus melamar untuk bekerja sebagai karyawan, berarti pengalaman pahit di-PHK akan kembali terulang. Sehingga dari pada menunggu saat itu, saya memutuskan untuk membuka usaha saja," ujar Rangga.
Itu tidak membuatnya menyerah. Dengan modal Rp3 juta, dia memberanikan diri untuk memulai bisnis di bidang makanan. Saat memulai usahanya, Rangga sadar bahwa pemain di bidang kuliner, jumlahnya sudah banyak, sehingga akan sulit membuka usaha serupa jika tidak memiliki keunikan atau spesifikasi.
Baca Juga :
Pesan Makanan Kini Hanya dengan Sentuhan Jari
Akhirnya, Rangga mulai bereksperimen mengolah ikan lele. Di tangan Rangga Umara, penyuka lele dimanjakan dengan berbagai varian menu. Lewat warung Pecel Lele Lela, hidangan lele menjadi lebih populer. Kedai Lele Lela telah menjamur tidak hanya di Jakarta tapi juga di Bandung, Solo, Medan hingga Aceh.
Menu yang ditawarkan di Pecel Lele Lela pun sangat beragam. Yang paling diminati adalah Lele Saus Padang, di mana lele terlebih dahulu digoreng dan disiram dengan saus kental berwarna merah dengan rasa tomat yang dominan, ditambah irisan cabai dan bawang bombay. Hidangan ini sangat cocok bagi yang senang rasa manis pedas. Sementara ukuran ikannya tergolong besar, sehingga puas untuk dinikmati dengan sepiring nasi.
“Lele saus Padang kini menjadi salah satu menu yang paling banyak diminati oleh pengunjung. Untuk masalah menu, kita juga kerap menggantinya sehingga konsumen tidak merasa bosan,” ujarnya menambahkan.
Selain menu tersebut, ada juga lele fillet. Seperti namanya, daging dipisahkan dari tulang, lalu dilumuri tepung dan digoreng. Lainnya, Anda bisa mencoba menu lele original, lele goreng tepung, dan lele fillet lada hitam.
Sebagai variasi, ada menu ayam bakar madu, tumis tauge, dan cah kangkung. Menu rata-rata ditawarkan dengan harga terjangkau kisaran Rp12.000.
Respons masyarakat terhadap menu yang ditawarkan oleh Lele Lela ternyata cukup positif hingga kedainya mulai dibanjiri konsumen. Hanya dalam kurun waktu sekitar lima tahun, Pecel Lele Lela kini telah berkembang mencapai 27 cabang, bahkan mampu mengantarkan hidangan lele hingga masuk Istana Negara.
Kesuksesan Rangga datang dengan perjuangan. Kedai pertamanya di bilangan Pondok Kelapa, Jakarta Timur saat pertama dibuka bahkan sepi pengunjung.
“Pertama kali saya membuka kedai sangat sepi, mungkin karena letaknya yang kurang strategis,” ujar pria kelahiran Bandung, 30 Januari 1979 ini.
Namun hal itu tidak membuat Rangga patah semangat. Bukan mencari cara bagaimana kedainya ramai, Rangga yang saat itu terbentur modal, malah mengajukan kerja sama dengan sebuah warung makan yang terancam gulung tikar di daerah Kalimalang, Jakarta Timur.
Dari sinilah usahanya dirintis. Dia lalu mengelola warung makan tersebut dan membayar sewa tempat setiap bulannya.
"Awalnya agak berat juga, mungkin orang masih belum familiar dengan pecel lele di restoran, sehingga yang paling banyak terjual pecel ayam," tambahnya.
Untuk lebih mengenalkan produknya kepada konsumen, dia melakukan berbagai macam promosi, seperti pengenalan lele dengan aneka rasa serta mengubah bentuk lele yang terkesan “seram” menjadi lebih enak dipandang sehingga merubah image dari makanan rakyat menjadi makanan modern.
Bahkan kini lewat Kedai Lele Lela miliknya yang telah tersebar, dirinya mampu memperoleh omzet hingga miliaran rupiah.
“Bagi saya semua yang sukses itu adalah mereka yang mampu bertahan, saat memperoleh kesulitan maka kita harus mencari jalan keluarnya. Tidak ada persoalan yang tidak ada solusinya,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa anggapan entrepreneur itu bakat, tidak sepenuhnya benar. Menurut suami dari Siti Umairoh ini menjadi seorang pewirausaha itu bisa dipelajari.
“Jadi pengusaha itu bukan karena kemampuan tetapi lebih kepada mental. Dengan mental yang baik kita akan siap dalam kondisi apapun. Kita juga dilahirkan dengan kemampuan dan potensi yang sama, namun lingkungan yang membedakan kita. Bagaimana cara kita menjemput sebuah kesempatan,” ungkapnya.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya