Ini Dia Asal Mula Es Teler

Es teler
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dody Handoko
VIVA.co.id
- Tahun 1967, dari Sukaharjo, Jawa Tengah, (alm) Tukiman Darmowiyono dan Samijem Darmowiyono merantau ke Jakarta. Sebagai suami istri, keduanya berniat untuk mengadu nasib di Ibu Kota.

 

Untuk menyambung hidup, saat itu Tukiman berjualan rokok di sebuah gerobak. Sementara Samijem istrinya bekerja sebagai bakul jamu. Untuk menambah penghasilan, di gerobaknya Tukiman pun menjaja bakso dan siomay.

 

Setelah beberapa tahun menjalani rutinitas itu tanpa henti, berawal dari sebuah mimpi Samijem pun iseng membuat es campur kemudian digelar di samping gerobak rokok sang suami yang berlokasi di Jalan Semarang, kawasan Menteng, Jakarta.

 

“Sebelumnya saya bermimpi, dalam mimpi itu ada yang mengatakan, katanya kalau mau suskes harus berjualan yang segar-segar,” akunya. Setelah dicoba, ternyata responnya sangat bagus terutama datang dari para mahasiswa sekitar lokasi.

 

Jokowi Promosi Jakarta di Forum Ekonomi Islam Dunia
Tahun 1984, harga pergelas es campurnya hanya Rp250. Semakin hari, es campurnya kian digandrungi. Para mahasiswa itu bahkan menamai es campurnya dengan es teler. Sekali sedot langsung teler.
Menjajal Nikmatnya Surf n' Turf Olahan Chef Buli
 

Yuk, Jelajahi Kuliner Nusantara di Sini
Sejak itulah, nama es teler makin meroket di Jakarta. Samijem, yang menamai usahanya dengan nama Es Teler Sari Mulia itu kini berjualan di kompleks Bioskop Megaria, Jakarta Pusat. Di areal itu, Es Teler Sari Mulia berjualan satu tempat dengan ayam bakar solo yang juga miliknya.

 

“Tadinya saya berjualan di Jalan Semarang, tapi karena banyaknya pembeli warga sekitar menjadi merasa terganggu. Saya akhirnya pindah ke Jalan Pegangsaan Barat dan kemudian ke dalam kompleks bioskop Megaria,” sahutnya.

 

Sebelum pindah ke Megaria, saking ramainya jumlah pembeli saat itu, Samijem sampai tak sempat mencuci gelas kotornya. Lokasinya yang sempit mengharuskan para pembeli menikmati es teler racikannya hanya di mobil mereka yang berjajar di pinggir jalan.

 

“Es teler itu terdiri dari kelapa muda, alpukat dan nangka kemudian ditambah sirup serta susu. Saat itu, pembelinya ramai sekali. Kalau mereka ingin segera dapat es-nya, ya harus cuci gelas sendiri. Saya tidak sempat mencucinya,” ucapnya.

 

Suatu saat, Pak RT setempat memberikan lokasi yang lebih besar. Dengan itu akhirnya Samijem dan Tukiman bisa berjualan lebih enak. Perlahan harga es telernya pun mulai menanjak. Dari Rp 250 menjadi Rp500, Rp750 dan kini dijual Rp10 ribu pergelasnya.

 

Dalam sejarah es teler di Indonesia, Tukiman dan Samijem adalah orang pertama yang menemukannya. “Memang awalnya saya yang menemukan racikan es teler itu. Setelah itu, es teler makin banyak dimana-mana. Saya sengaja tak mematenkannya,” ujarnya.

 

Es teler racikannya khas dengan  jumlah buah memuaskan. Kerokan kelapa mudanya misalnya, memenuhi gelas yang berukuran cukup tinggi. Disaat yang bersamaan, alpukat segarnya juga cukup banyak memenuhi dasar gelas. Kemudian dipermantap dengan ceceran susu kental manis. (ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya