Bukan Cuma Produk Non Haram, Ini Syarat Dapatkan Sertifikat Halal bagi Pelaku Usaha

Ilustrasi bisnis kuliner.
Sumber :
  • Unsplash

TANGERANG – Mulai tahun ini hingga 17 Oktober 2024 mendatang, seluruh pelaku usaha nyatanya wajib memiliki sertifikat halal. Mengenai hal ini, ada beberapa ketentuan harus diketahui bagi para pelaku usaha yang ingin melakukan atau mendapatkan sertifikasi halal dari MUI melalui BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal).

Kebakaran di Mal GI dari Restoran Gyu-Kaku, Satu Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Di mana, untuk mendapatkan label halal ini, bukan hanya produk yang tidak mengandung bahan yang mengharamkan, atau non haram. Tapi ternyata, ada dua kategori lainnya, yang harus diketahui para pelaku usaha dalam sertifikasi halal. Apa saja? Yuk, scroll untuk mengetahuinya.

Halal Partnership and Audit Service Director MUI, Muslich mengatakan, ada beberapa kategori yang harus diketahui pelaku usaha, seperti proses pengolahan bahan dan fasilitas.

Mal Grand Indonesia Kebakaran, Sumber dari Restoran di Lantai 3

"Jadi, dalam sertifikasi halal ini, bukan cuma kita tahu kalau bahan tidak mengandung babi, tapi prosesnya juga harus tahu, dan halal. Hal ini karena, ada bahan yang memang jelas haram, dan ada bahan yang belum jelas haram lalu dilihat dari prosesnya. Kalau prosesnya salah, maka jadi haram," katanya saat Konferensi Pers Heavenly Wang di Summarecon Mall Serpong, Tangerang, Senin 26 Juni 2023.

Kemendag Rilis Aturan Baru soal Perdagangan Antarpulau, Pelaku Usaha Diwajibkan Lakukan Ini

Hal ini seperti daging, baik itu ayam, sapi, domba dan kambing. Di mana, penggunaan bahan itu wajib bersertifikasi halal, karena dilalui dengan proses penyembelihan.

"Seperti pelaku usaha yang menggunakan daging ayam, sapi, dan lain-lain, itu harus menyertakan label halalnya, karena proses penyembelihan  harus memenuhi syariat Islam, agar jelas kehalalannya. Tapi, kalau daging ikan tidak masalah, karena masuk dalam kategori murni halal. Bukan cuma ikan, tapi sayuran, sampai air," ujarnya.

Kemudian fasilitas, seluruh pelaku usaha harus menggunakan barang yang tidak terkontaminasi hal yang mengharamkan, seperti babi.

"Kalau fasilitas ada yang terkontaminasi barang yang mengharamkan, maka tidak boleh dipakai lagi, harus diganti," ujarnya.

Sementara itu, Perwakilan BPJPH, Cecep Kosasih mengatakan, ada beberapa tahapan yang wajib diikuti untuk bisa mendapatkan sertifikasi halal. Mulai dari pelaku usaha yang harus mengajukan pendaftaran sertifikat halal, di antaranya data pelaku usaha, Nomor Induk Perusahaan (NIP) dan produk halalnya.

"Diajukan secara online pendaftarannya melalui BPJPH. Lalu di sana, ada dokumen khusus nanti  jenis produk apa, lalu kategori perusahaannya masuk mikro, kecil, menengah atau atas. Kemudian, sistem jaminan produk halal diajukan ke BPJPH, nanti kalau sudah lengkap akan diaudit oleh pihak terkait," ungkapnya.

Nantinya, dalam proses audit akan dilihat produk apa saja yang digunakan, lalu bahannya apakah mengandung unsur mengharamkan atau tidak.

"Pas diudit akan dilihat lebih detail terutama soal apakah mengandung yang mengharamkan atau tidak, seperti babi, alkohol atau bahan yang membahayakan kesehatan," ujarnya

Setelah proses audit oleh Lembaga Pemeriksa Halal atau LPH. Maka, akan disampaikan ke MUI untuk ditetapkan, apakah produk ini halal atau tidak.

"Nanti disidangkan oleh para ulama, kalau hasil auditnya halal semua, nanti keluar ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI, ketetapan itu jadi dasar kami menerbitkan sertifikat halal," terangnya.

Proses sertifikasi halal itu pun, akan memakan waktu selama 12 hari dari yang sebelumnya 21 hari. Peringkasan waktu ini karena proses sudah melalui sistem online.

Nantinya, setelah restoran atau pelaku usaha mendapatkan sertifikasi halal, maka selanjutnya, pihak BPJPH melalui lembaga pengawasan akan melakukan pengecekan berkala selama 6 bulan sekali untuk memastikan dijaganya proses kehalalan suatu produk.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya