Remaja Suka Ngemil Cireng dan Cilok, Dokter: Enak Tak Bergizi
- VIVA.co.id/Rintan Puspitasari
VIVA Kuliner – Panganan seperti cilok, cireng, dan sejenisnya sangat mudah dijumpai di deret dagangan yang ada di dekat lingkungan bermain anak dan remaja. Rasanya yang nikmat serta harga yang murah kerap membuat panganan tersebut menjadi pilihan untuk dikonsumsi meski sebenarnya jauh dari sumber gizi sehat bagi kebutuhan tumbuh kembang anak dan remaja.
Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Gastro-Hepatologi IDAI, Dr dr Muzal Kadim, SpA(K) dalam Media Briefing virtual bersama Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) mengenai Jajanan Anak dan Kesehatan Pencernaan, mengatakan bahwa dagangan dalam bentuk pangan berupa cireng dan cilok memang sangat mudah dibuat serta dijajakan pada anak-anak hingga remaja. Kendati begitu, makanan ringan tersebut hanya mengandung karbohidrat sehingga nilai gizinya sangat minim.
"Ya pangan seperti itu tidak ada nilai gizi karena hanya (mengandung) karbohidrat. (Kebutuhan gizi anak dan remaja) Harus cukup protein. Kalau lebih seimbang, harus ada karbohidrat, protein, lemak, semuanya seimbang," jelasnya, Selasa 17 Januari 2023.
Tak hanya itu, pada jajanan yang mudah dijumpai itu juga mengandung bumbu atau saus yang bisa menjadi sumber yang tidak sehat. Terlebih menurut Muzal, jajanan sehat sendiri tak perlu mahal namun sebaiknya berkualitas dengan mencukupi gizi seimbang.
"Saus-saus, bumbu-bumbu, apalagi bumbu pedas, zat pengawetnya banyak itu, jelas tidak sehat makanan demikian. Banyak makanan di luar tidak sehat yang dari isinya saja kita sudah tahu sebenarnya (tidak sehat)," jelasnya.
Ada pun, gizi seimbang yang dimaksud adalah memiliki kadar lemak, karbohidrat, protein hewani dan nabati, serta sumber serat yang mencukupi untuk tumbuh kembang anak dan remaja. Gizi yang seimbang ini akan memberi manfaat pada saat dewasa sehingga dianjurkan menjalankan sejak kecil terkait pola makan sehat dengan bijak memilah jenis serta mengolah sumber gizi.
"Boleh (makanan jajanan seperti cilok dan cireng) tapi jangan terus menerus dikonsumsi. Tidak harus mahal sebenarnya makanan sehat," jelasnya.
Selain dari sisi kesehatan, Muzal juga menyoroti kebersihan dari panganan yang dijual di pinggir jalan. Menurut Muzal, kebersihan dagangan sangat berperan dalam penularan penyakit. Bahkan, tak sedikit anak yang mungkin terpapar sumber makanan dan minuman yang belum matang sehingga membahayakan kesehatan.
"Alat makannya harus dicuci di air mengalir. Tidak bisa direndam di ember lalu dilap. Itu tidak sehat. Itu yang sebenarnya banyak terjadi di makanan pinggir jalan. Jangan konsumsi seharusnya. Tentunya harus dicuci di tempat air mengalir untuk cuci alat makan. Harus air masak untuk makanan. Jangan-jangan air mentah yang dipakai, itu bahaya, terutama pada anak," kata Muzal.
Dari segi imunitas, pada anak-anak sendiri belum cukup matang seperti orang dewasa sehingga sangat rentan diintai penyakit tidak menular dari pangan yang tidak sehat. Bahaya lainnya yang jarang dipahami orangtua adalah kemungkinan risiko besar menulari orang lain saat anak-anak terinfeksi pangan yang mengandung bakteri atau virus.
"Termasuk tipoid. Di sini jajanan yang timbul infeksi. Ada salmonela, disentri, salmonela itu tifoid. Bisa juga gejala diare hebat sakit perut hebat, dehidrasi, muntah, demam. Bisa timbul hepatitis a karena makanan ini. Kalau satu makanan sudah ada virus ini, semua anak yang konsumsi itu akan kena. Pulang ke rumah tularkan ke yang lain," tandasnya.