4 Jejak Unik Sejarah dan Budaya Kuliner Gorontalo
- VIVA/Putri Firdaus
VIVA Lifestyle – Kuliner daerah memang selalu menarik untuk diulik, termasuk kuliner Gorontalo. Gorontalo punya kekayaan kuliner yang menakjubkan, dan sudah menjadi bagian dari budaya warga setempat. Berbagai sumber mengungkapkan bahwa ada makanan Gorontalo yang terkait kelahiran, pernikahan, dan kematian.
Salah satunya, Tili'aya, yang menjadi syarat dalam acara syukuran adat. Tili'aya merupakan makanan manis serupa Srikoyo dari Padang. Selain Tili'aya, nasi kuning juga selalu disajikan sebagai acara tertentu di Gorontalo.
Nah, selain itu Kuliner Gorontalo memiliki Jejak sejarah dan budaya nya sendiri loh. Untuk mengetahui lebih lanjut simak ulasan Viva kali ini mengenai deretan informasi Jejak sejarah dan budaya kuliner Gorontalo yang dilansir dari berbagai sumber sebagai berikut.
1. Pengaruh Budaya Arab yang kuat
Ketika bangsa Arab, Cina, dan Belanda datang, berbagai sisi budaya etnis Gorontalo yang terpengaruh, termasuk budaya kulinernya.
Awalnya masyarakat belum memeluk agama apa pun, sebelum Islam masuk ke tanah Gorontalo. Hingga bangsa Arab yang datang dan menyebarkan agama Islam, saat itulah kuliner Gorontalo juga banyak terpengaruh.
Pada dasarnya, kuliner Gorontalo terbilang minim bumbu. Ketika memasak ikan bakar, misalnya, ada yang tidak memberi bumbu sama sekali, ada juga yang hanya memberi bumbu minimalis, seperti perasan jeruk nipis dan garam.
2. Kuliner Gorontalo dan acara-acara agama
Karena pengaruh Arab, maka peringatan peringatan permainan oleh makanan Gorontalo. Misalnya, 12 Rabiul Awal, yang menjadi hari lahir Rasulullah, disimbolkan dengan pangan.
Masyarakat Gorontalo kerap mensyukuri hari kelahiran Rasulullah dengan melakukan sedekah bumi berdasarkan hasil bumi yang dimiliki.
Bilindi merupakan nasi yang dimasak dengan santan dan bumbu rempah, seperti pala dan cengkeh. Semacam kebuli tapi warnanya tidak terlalu cokelat. Nasinya dilengkapi dengan hati dan ampela ayam, serta suwiran ayam kampung.
Sepanjang Ramadan pun Tili'aya disajikan, terutama di keluarga yang masih memegang tradisi. Biasanya Tili'aya disuguhkan saat sahur atau sebelum tarawih. Karena terbuat dari telur bebek, gula merah, dan santan, maka Tili'aya dinilai mengandung protein yang tinggi dan berfungsi sebagai suplemen alami.
Apalagi proses pembuatannya sederhana dan cepat, tidak memerlukan proses panjang, sehingga makanan tidak utuh. Karena itu, tepat disantap oleh orang yang istirahat.
3. Simbol perdamaian dan doa kerajaan
Terkait sejarah yang berhubungan dengan keberadaan kerajaan, Gorontalo masih memiliki makanan yang menjadi makanan tertua di daerah tersebut, yaitu Ilabulo. Makanan ini menjadi simbol perdamaian di antara raja-raja yang sedang bertikai. zaman dulu terjadi perang antara Kerajaan Limutu dan Kerajaan Holunthalangi.
Kemudian mereka bersepakat untuk berdamai dan menyelamatkan pertikaian dengan cara tanpa cincin keduanya, kemudian cincin itu dibuang di Danau Limboto. Karena itu, tugas orang yang berdarah Gorontalo adalah menjaga agar danau tersebut tidak kering. Sebab, ketika kering, cincin jadi terlihat dan perang bisa kembali tersulut.
Ilabulo dari sagu dan kulit ayam yang dicampurkan, dibungkus daun pisang, lalu dikukus atau dibakar. Makanan sederhana tersebut sampai sekarang masih mudah ditemukan di berbagai acara maupun sebagai jajanan sehari-hari. Seiring perkembangan zaman, oleh warga Gorontalo makanan ini disimbolkan sebagai syukuran setelah khitanan
4. Ada makanan yang langka
Asa beberapa makanan khas Gorontalo yang mulai menghilang. Sebelum bisa mengakses beras, warga Gorontalo mengonsumsi singkong yang diparut atau sagu yang santap dengan kelapa cukur.
Ada lagi makanan yang langka, yaitu Bode'o. Semacam sambal, serundeng, atau abon, tapi berbeda. Bode'o terbuat dari kelapa cukur yang disangrai, lalu ditumbuk halus, serta diberi bumbu, seperti jinten, ketumbar, jahe, kunyit, lengkuas, dan sereh.
Biasanya makanan ini dibawakan untuk anak dari desa yang merantau untuk sekolah di kota. Bode'o umumnya disantap bersama nasi atau singkong. Selain itu, makanan yang sudah benar-benar hilang adalah nasi jagung, yang 100 persen terbuat dari jagung putih dan jagung kuning varietas lokal.
Makanan ini disebut Alibuluto. Nasinya berwarna kuning dengan tekstur lembek. Dua jenis jagung yang dipecahkan dimasak dengan santan. Nasi jagung ini dulu disantap sebagai makanan pokok, karena dianggap mahal.