Beda Rasa Kopi Gunung Halu dan Abyssinia Aceh, Coba di Kafe Ini
- VIVA/Nur Faishal (Surabaya)
VIVA – Kultur Haus Surabaya menyuguhkan menu kopi yang unik. Jenis dan rasanya beragam. Kendati tergolong gaul nan modern, namun kafe yang berada di Jalan Raya Kertajaya Indah 79 Surabaya, Jawa Timur, itu tetap mempertimbangkan varietas kopi lokal sebagai andalan menunya. Yakni kopi Gayo Abyssinia dari Aceh, kopi Gunung Halu, Bandung, Jawa Barat, dan kopi Kerinci, Jambi.
Abbysinia sebetulnya nama daerah dataran tinggi yang sekarang merupakan bagian dari Ethiopia. Menurut sejumlah literatur, Abyssinia diyakini beberapa akademisi kajian sejarah dan ahli botanikal sebagai daerah kopi. Belum diketahui bagaimana tanaman kopi itu tumbuh dan menjadi varietas kopi lokal di beberapa daerah di Aceh, seperti di Pegasing, Pantan Musara, dan Aceh Gayo.
Nah, di Kultur Haus, kopi jenis itu dinamai dengan Gayo Abyssinia. Di kafe salah satu brand dari My Kopi O! itu, kopi dibuat dengan metode V60. Bagaimana rasanya? Saat VIVA mencicipi, ada kecut bercampur pahit terasa di lidah.
“Memang ada kecut-kecutnya,” kata barista Kultur Haus saat memeragakan pembuatan kopi Gayo Abyssinia, Finka, di kafe tersebut pada Sabtu, 15 Juni 2019.
Menu kopi kedua bernama Gunung Halu. Kopi jenis ini tumbuh berkembang di Gunung Halu, Soreang, Jawa Barat. Di Kultur Haus, Gunung Halu dibuat dengan metode Kalita. Hampir sama dengan V60, metode ini juga memanfaatkan alat penyaring agar kopi yang disajikan tidak berampas. Tentu saja ada pola tertentu yang membedakan yang juga memengaruhi rasa.
Soal rasa, ada perbedaan mencolok antara kopi Gayo Abyssinia dengan Gunung Halu. Jika kecut Gayo Abyssinia berseiring dengan rasa kopinya, namun pada kopi Gunung Halu yang disuguhkan di Kultur Haus rasa kecutnya sangat mencolok, setidaknya pada lidah kami saat mencicipi.
“Kopi ini kami datangkan langsung dari Gunung Halu di Bandung,” kata sang barista.
Ketiga ialah kopi Kerinci. Di kafe tersebut kopi yang disuguhkan juga berasal dari daerah pegunungan Kerinci di Jambi. Metode pembuatannya menggunakan aeropress. Metode ini membutuhkan penekanan yang kuat untuk mendapatkan aroma kopinya saat terperas dalam proses penyaringan. Itu sebabnya kopi Kerinci lebih aromatik dibandingkan dua kopi di atas.
Saat dicicipi, aroma kopinya lebih kental menyengat dibandingkan dengan Gayo Abyssinia dan Gunung Halu. Bisa dibilang seperti kopi lanang. Kecut Kerinci sedikit terasa, namun cepat terhanyut dikalahkan pahit dan aroma kopinya. “Kopi ini lebih aromatik,” kata Zaenal, juga barista Kultur Haus.
Selain tiga menu kopi unik itu, Kultur Haus juga menyajikan sembilan menu hidangan baru yang mulai akan disuguhkan kepada pengunjung mulai Senin, 17 Juni 2019. Menu baru itu ialah Kaisar Wrap, Egg Benedict, Kultur Tortadas, Churros, Spaghetti Chicken Pesto, Curry Rice Barramundi Provencale, Crispy Chicken Jalanpeno Tartar, Tuna Bakar Dabu-dabu dan Arabica Coffee Rubbed Smoked Brisket.
Manajer Kultur Haus, Jefry Angka Wijaya, mengatakan bahwa kafenya diharapkan menjadi tempat yang nyaman dan santai bagi pengunjung, terutama kalangan muda yang ingin bersantai sekaligus menjalin pertemanan dan kemitraan. Karena itu menu yang disajikan dipengaruhi kultur modern namun tidak menghilangkan rasa lokal. “Intinya di sini bisa enjoy,” katanya.