Ini Sebabnya Industri Makanan Halal Indonesia Masih Tertinggal
- Official MIHAS
VIVA – Meski Indonesia disebut-sebut masuk ke dalam 10 negara dengan jumlah pengeluaran makanan halal terbesar di dunia, namun sebagai produsen makanan halal, Indonesia masih jauh ketinggalan dengan berbagai negara lainnya.
"Kita masih di bawah negara lain, seperti Brunei Darussalam, Malaysia dan negara Asia Tenggara," ucap Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Dr Ikhsan Abdullah, SH, MH, saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa, 25 Maret 2019.
Hal ini lantaran hingga kini masih banyak produsen makanan, terutama dalam skala Usaha Mikro Kecil Menengah yang masih belum melakukan sertifikasi halal. Padahal Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal akan efektif berlaku mulai di bulan Oktober 2019. Artinya, setiap pelaku usaha wajib melakukan sertifikasi halal.
"Undang-Undang Jaminan Produk Halal harus benar-benar masif dilakukan kepada dunia usaha dan masyarakat, karena hal ini akan berakibat hukum bagi dunia usaha bila sampai batas waktunya tiba," ucap Ikhsan.
Jika sampai waktu tersebut pelaku usaha belum melakukan sertifikasi halal, lanjut Ikhsan, mereka akan terkena sanksi berupa denda atau pun sanksi pidana sebagaimana ketentuan Pasal 56 dan Pasal 57 UU JPH.
"Di sini peran pemerintah harusnya mendorong memberikan treatment kemudahan yang murah terutama UMKM. Menurut UU itu kewajiban negara," ujarnya.
Ia pun menilai pemerintah perlu memberikan subsidi silang kepada para pelaku UMKM untuk melakukan sertifikasi halal. Hal ini bisa dilakukan dengan skema afirmatif. Artinya, perusahaan dan industri yang besar bisa memberikan subsidi untuk pembiayaan sertifikasi halal UMKM.